Ngidam

Ngidam atau ngerempini adalah keinginan istri atas sesuatu pada masa sebelum tiga bulan usia kehamilan sebagaimana tersebut dalam makna yang terkandung dalam upacara ngerujaki supaya benih atau janin dalam kandungan kuat atau selamat.

Masa ngidam bagi wanita hamil merupakan sebuah ujian bagi para calon ayah untuk dapat mendidik anak dalam konsep Hindu, Panduarsana dalam artikel postnya menyebutkan bahwa :
Banyak para calon ayah yang sering tidak memperhatikan istri hamil yang sedang dalam masa ngidam, dan itu merupakan salah satu pendidikan yang salah. 
Karena sesungguhnya saat itu si calon bayi sedang menguji keteguhan sang calon ayah untuk membuktikan bahwa dia adalah seorang yang pantas dan bertanggung jawab untuk dijadikan orang tua
Jika sampai ada calon ayah yang mengabaikan istri pada saat hamil, maka akan lahir seorang anak yang berani kepada orang tua, hal ini seperti termuat dalam lontar Semara Reka dan Angastya Prana.
Masa kehamilan adalah masa yang penting untuk mendidik si calon bayi. 
Maka dari itu tidak diperbolehkan memarahi wanita hamil, menipu, atau bahkan mengagetkan wanita hamil. 
Seperti termuat dalam tatwa cerita tentang Ida Bhatara Dewi Uma yang pada waktu beliau hamil sempat dikagetkan olah gajah sehingga saat melahirkan maka lahirlah putera beliau sang ganesha yang berkepala gajah. 
Cerita ini sesungguhnya menjelaskan kepada kita bahwa seberapapun beratnya kondisi, rasa emosi dan perasaan yang tidak baik lainnya, maka semua itu harus dikendalikan.
Terkadang, ngidam berupa sesuatu oleh istrinya juga sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh suaminya.

Diceritakan, dahulu dalam keheningan itu sang Watugunung bertanya kepada permaisurinya: ”Hai adinda kenapa diam seketika apa yang menyebabkan coba jelaskan supaya kakanda mengetahui hal itu”.

Pertanyaan itu lama tidak dijawab karena dadanya merasa sesak, akhirnya menjawab : ”Ampun tuanku raja, adapun yang menyebabkan kami berdiam karena karena kami ngerempini (ngidam)”. 
Sang Watugunung balik bertanya: ”Bagaimana adinda mengidam?”. Apa yang adinda idamkan katakanlah! :

Kakanda yang terhormat, kami mengingini seorang pembantu yang tidak boleh lain daripada permaisuri Sang Hyang Wisnu”, demikianlah permaisuri beliau menjawab. “Sangat sayang aku tidak mengetahui tempat Sang Hyang Wisnu, apakah dinda berdua mengetahuinya?” Oh tempat Sang Hyang Wisnu ada di bawah tanah”.

Ya kalau demikian kanda bersedia untuk mencarinya”. Sang Watugunung mulai memusatkan pikirannya (angrana sika) dengan mantap, sehingga dengan kekuatan batinnya tanah (bumi) ini pecah sampai pada lapis yang ketujuh.
***