Rah

Rah adalah darah dalam bahasa Balinya dimana biasanya dalam simbolisasi nyupat bhuta kala, tabuh rah memiliki kekuatan untuk melenyapkan segala kegelapan batin.


Dalam folklore sastra Bali diceritakan sebuah tradisi di daerah Subagan, disebutkan menjelang bulan Bali kedelapan (jatuh pada bulan februari) diadakan Ngempet rah-rah. 
  • Ngempet rah-rah artinya tidak boleh berlumuran darah di sini begitu...di wilayah Subagan ini. 
  • Dalam artian bukannya mencecerkan darah, kalau mempersiapkan darah itu boleh..
    • Memotong ternak tidak boleh, 
    • Pokoknya mencecerkan darah segar di lingkungan tidak bisa. 
Nah begini, menjelang bulan Bali kedelapan yang jatuh pada bulan Pebruari ini tepatnya Tilem kawulu beberapa waktu yang lalu, saya melaksanakan Tawur Sasih Kawulu, macaru...
Tawur ini kan caru ya...mempersembahkan caru. Nah tujuannya untuk menetralisir Bhuta Kala begitu.  
Nyomya ini maksudnya agar Bhuta Kala berkenan menempati tempatnya masing-masing. Supaya tidak berkeliaran. Nah, ini tidak boleh ma‘Rah-rahan.’
Nah kalau darah ini kan memang makanan Bhuta Kala yang paling disukai apalagi bila darah manusia. Ini kalau sampai ada darah manusia artinya kotor itu kan. 
Sudah Kala...bihhhhhh...anu sekali itu. Berarti ini kemenangan dari Bhuta Kala. Makanya kita hindari sehingga kita berikan tepat di hari Tilem yaitu Tilem Kawulu. 
Nah, waktu ini saya sudah bisa menyembelih di sini. Ini ditandai dengan memotong banteng, sapi, banteng-banteng cula...sapi yang sudah dikebiri. Ini mapandek dalam satu. Kalau dulu ada pohon cemara di halaman luar Bale Agung itu, sekarang sudah tidak ada pohon cemara itu, yang ada hanya ujungnya saja sehingga itu yang ditanam, sampai mapandek sapi tersebut. 
Dilonggarkan sedikit. Nah ini yang ditebas dengan menggunakan blakas sudamala. Bila sudah ada lobangnya barulah menggunakan bambu runcing. Itu yang dipakai agar Bhuta Kala-Bhuta Kala mendapatkan ceceran darah sebagai makanannya. 
Pada sore harinya itu menghaturkan sesajen di tiap-tiap jero, baik di sanggah, kemulan, bale agung, semuanya menghaturkan sesajen di sini. Nanti pada saat nglungsur ini, semuanya dikumpulkan di jalan itu begitu...
Tapi pusatnya ini di paneduan Catus Pata. Banteng dan persembahan caru tersebut. Kawulu itu...yang digunakan adalah sapi yang pada waktu pagi harinya sudah disembelih. Kemudian isi dan kerangkanya, masih membayang-bayang istilahnya. 
Bila sapi itu sudah rebah, anak-anak pun mulai nyabung. 
Yang disebut nyabung adalah begitu sapi itu rebah, anak-anak pun berlarian di jalan. Asal diketemukan ayam, maka akan diambil dan disembelih kemudian darahnya dicecerkan di jalan-jalan. 
Bila ada daging akan segera dibawa dan diserahkan ke desa, ayam-ayam tersebut...dan sebagai imbalannya maka anak-anak akan diberikan uang sekedarnya untuk membeli es, begitu istilahnya...
***