Samuan Tiga

Perlu disimak sejenak makna kata "samuantiga" secara etimologi yang menjadi sebuah nama tempat suci yaitu Pura Samuan Tiga agar terciptanya ketentraman dalam kehidupan masyarakat di Bali.
Kata "samuantiga" disebutkan dalam sejarah Pura samuan Tiga terdiri dari perpaduan kata "samuan" dan "tiga". 
  • "Samuan" berasal dari kata "samuan" yang berarti "pertemuan", "penyatuan", sangkep (paruman) dan 
  • "tiga" berarti atau menunjuk pada bilangan 3. 
Dengan demikian "samuantiga" dalam disebutkan berarti pertemuan, penyatuan dari 3 hal atau musyawarah segitiga dan untuk lebih jelasnya ada baiknya kita simak isi lontar Kutaca Kanda Dewa Purana Bangsul, 
    • terutama pada bagian yang menguraikan tentang Samuantiga sebagai berikut terjemahannya 
    • "..pada masa itu ada lagi kahyangan (tempat suci) yang bernama Kahyangan Samuantiga, itu sebagai tanda dan tempat dimana para Dewa dan Dewata, Bhatara-Bhatari dan lagi para rsi (pandita) seluruhnya rapat (musyarawah) pada masa itu dinamai pura Samuantiga sampai sekarang." 
Dari uraian lontar diatas, selanjutnya dijelaskan pula bahwa pemberian nama Samuantiga terkait dengan adanya suatu perisitiwa penting (ika maka cihna mwah genah) yaitu adanya musyawarah tokoh-tokoh penting dalam suatu sistem pemerintahan pada masa Bali Kuna. 

Pelaksanaan musyawarah tokoh-tokoh segitiga diperkirakan berlangsung pada masa pemerintahan raja suami-istri Udayana Warmadewa bersama permaisurinya Gunapriyadharmapatni yang memerintah sekitar tahun 989-1011 masehi. Hal tersebut antara lain disebutkan dalam Babad Pasek sebagai berikut terjemahannya "
...dalahu kala pada saat bertahtanya Cri Gunapriyadharmapatni dan suaminya Udayana Warmadewa, ada musyawarah besar Ciwa Budha dan Bali Aga itulah asal mulanya (sebabnya) ada desa pekraman dan Kahyangan Tiga sebagai tatanan kehidupan dan masing-masing desa Bali Aga. 
Dari uraian kedua lontar diatas menunjukkan bahwa pura Samuantiga merupakan tempat pertemuan dan musyawarah tokoh-tokoh agama pada masa pemerintahan Guna priyadharmapatni dan Udayana yang berhasil memutuskan suatu kemufakatan untuk penerapan konsepsi Tri Murti melalui terbentuknya desa adat / Pekraman dengan Kahyangan Tiganya. 

Suksesnya pelaksanaan musyawarah tokoh-tokoh agama yang berhasil menyepakati suatu keputusan yang bersifat monumental bagi perkembangan agama Hindu di Bali, secara tradisional diyakini tidak terlepas dari peranan penting tokoh legendaris Mpu Kuturan sebagai senopati dan pemimpin lembaga majelis pemerintahan pusat yang diberi nama Pakira-kiraan ijro Makabehan. 

Pelaksanaan musyawarah besar tersebut munkin karena adanya suatu kondisi sosial keagamaan yang perlu segera ditangani agar tercapainya ketentraman dalam kehidupan masyarakat.
***