Bubuh disebutkan penggunaannya :
- Dalam Panca Petika,
- ron medaging bubuh putih asiki,
- ron medaging bubuh barak asiki.
- Pemarisudha Mala Dewasa, bila hari sabtu / saniscara carunya :
- Antuk Bubuh Suci, Atanding, Iwaknya Sarwa Wija, Saginya Artha, 33, Pras,1, Tkeng Nasi Kuning, Bras Kuning Pada Matanding .
- Mantra :
- Pada saat tumpek ubuh sebagai persembahan kepada Sang Hyang Sangkara disebutkan :
- dilengkapi sasat gantung-gantungan yang berisi bubur, samsam, tepung tawar, dan jerimpen alit, banten ini untuk di pohon.
- di merajan tetep pejati.
- Bubuh mewadah tekor, hendaknya selalu instropeksi diri dan mulat sarira.
Tumpek bubuh ditandai dengan tradisi membuat bubuh atau bubur dimana dalam WiracaritaBali, makna bubuh/bubur pada perayaan tumpek bubuh disebutkan Bubur merupakan lambang kesuburan.
Pada Perayaan Tumpek Uduh / Wariga khususnya memang dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas anugerah kesuburan yang diberikan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sehingga segala macam tumbuhan bisa tumbuh dengan baik.
Tumbuh-tumbuhan itu yang kemudian menjadi sumber kehidupan utama bagi umat manusia.
Dibuat dalam dua warna sebagai simbol purusa dan pradana dimana penyatuan kedua unsur itu menyebabkan lahirnya kehidupan.
- Bubur berwarna barak / merah merupakan lambang purusa (maskulin);
- sedangkan bubur berwarna putih merupakan lambang pradana (feminim).
- Dalam upacara pangaskaran :
- Grahana Yadnya dalam Lontar Cundarigama, disebutkan persembahan yadnya dilengkapi dengan Canang wangi-wangi dan raka-raka, dan bubur biaung serta penek putih kuning secukupnya dan puspa wangi.
Ketika prakerti (badan kasar) terpisah dg atma (antahkarana sarira) tapi masih diikuti oleh suksma sarira (alam pikiran), persembahannya dilengkapi dengan banten bubur pirata dimana dalam lontar yama purwa tattwa disebutkan bermakna sebagai unsur suara,
***