Tepung Tawar

Tepung Tawar adalah sarana penawar atau penetralisir dalam meruwat sifat tidak baik menjadi sifat yang baik agar dapat mempermudah mencapai tujuan yang diinginkan.
Sebagai lambang dari keseimbangan hidup manusia, terutama perwujudan rwa bhineda, tepung tawar seperti dilengkapi penggunaannya dengan lis yang berfungsi sebagai pembersih secara rohani sehingga umat manusia menjadi bersih secara lahir maupun batin.
Istilah tepung tawar ini dalam kemenangan dharma dalam selembar daun dadap disebutkan bermakna bahwa segala yang bersifat negative hanya bisa ditawarkan atau dinetralkan, bukan dihapuskan. 
Baik dan buruk merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini, namun sebagai manusia kita bisa merubah sifat buruk kita menjadi lebih baik. 
Tepung sendiri berasal dari buah padi, padi lambang Dewi Sri, dewi kemakmuran, buah itu phala, jadi harus ada niat menjaga agar alam ini selalu lestari kesuburannya, membawa kemamkmuran bagi setiap insan. 
Hal ini tentu merupakan tugas yang cukup berat bagi kita agar mampu meneladani Tuhan dengan melayani umat-Nya (Madawa sewa Manawa Sewa) 
Dengan demikian maka yang diharapkan dari upacara tepung tawar itu adalah meruwat, mengubah dari sifat yang kurang baik menjadi lebih baik. 
Inilah yang harus selalu diusahakan oleh setiap orang agar selama hidupnya didunia ini selalu mengalami perubahan kearah kemajuan, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan rohani, atau gelar urip dan gelar patinya hendaknya seimbang. 
Jika demikian maka kemenangan Dharma tidak lagi hanya menjadi slogan tetapi menang dalam arti sebenarnya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dalam diri.

Untuk setiap bahan yang digunakan dalam tepung tawar ini juga memiliki makna tersendiri seperti :
  • Beras berwarna putih dan kuning kunyit sebagai lambang dari keseimbangan hidup manusia. 
  • Daun dapdap untuk menjaga keseimbangan - keseimbangan Tri Hita Karana dan keseimbangan-keseimbangan rwa bhineda seperti yang dijelaskan diatas.
Cara membuatnya pun disebutkan sangat simpel seperti dalam pembuatan tetandingan banten penyeneng, dimana penggunaan tepung tawar untuk para pemimpin bangsa disebutkan yaitu :
Tepung beras yg diulek dg kunir dan dilengkapi dengan daun dapdap kemudian ditempatkan pada pesucian atau penyeneng, bersama dengan segau, kekosok, sesarik dan benang tukelan (benang dari kapas asli).
Mantram yang dipergunakan saat mareresik dengan tepung tawar dalam fungsinya sebagai penetralisir dasa mala dan penolak bala dalam berita Bali Express disebutkan dapat diucapkan sebagai berikut : 
“Om Sajnya asta sastra, empu sarining tepung tawar amunahaken, segau agluaraken sebel kandel lara roga baktan-Mu”. 
Artinya, 
Om Hyang Widdhi dengan kuasa delapan kekuatan-Mu, tepung tawar memusnahkan  dan mengeluarkan kotoran yang lekat, kedukaan dan penyakit para penyembah-Mu.
***