Keseimbangan Hidup

Keseimbangan dalam kehidupan ini disebutkan sangatlah penting bagi diri kita sendiri dan untuk orang lain pastinya.
Dan tentunya kita semua harus bisa mengimbangi diri dari kehidupan yang nyata pada diri kita sendiri

Penerapan dan pembenahan diri (mulat sarira) dan melaraskan, meluruskan hati dan pikiran sangatlah dibutuhkan agar kita tetap terarah dalam kesederhanaan kehidupan yang nyata dari pemikiran yang jernih dan positif untuk mencapai tujuan yang pasti.

Seperti halnya dalam mencapai keseimbangan hidup dalam pelaksanaan upacara yadnya disebutkan;
  • Penggunaan tepung tawar sebagai penetralisir untuk menjaga keseimbangan - keseimbangan Tri Hita Karana dan keseimbangan-keseimbangan rwa bhineda.
  • Hukum Rta menjadi pedoman dalam sraddha untuk keseimbangan hidup sebagai hukum Tuhan yang Bersifat abadi.
  • Tapak Dara sebagai simbol keseimbangan secara vertikal dan horizontal,
Sehingga secara umum, keseimbangan dapat kita pahami sebagai posisi tegak ditengah antara dua hal, yang kedua hal tersebut sama atau hampir sama sehingga tidak cenderung ke salah satu di antara kedua hal tersebut. 
Seimbang juga berarti sebanding, sepadan, atau kesamaan.

Salah satu dampak dari hidup yang tidak seimbang, yaitu kegelisaan yg terus-menerus. Kita merasa ada yg tidak lengkap dalam hidup ini. Ada yg tercecer yg terabaikan, sehingga kita sering dilingkupi rasa bersalah.
Oleh karena itu, dalam semua aspek kehidupan, keseimbangan disebutkan merupakan keniscayaan yang harus dijalankan dimanapun dan kapanpun.

Demikian pula halnya dalam ketekunan bersembahyang disebutkan orang akan dapat melihat dengan terang, harta benda itu harus dicari demi melaksanakan Dharma.
Kemakmuran memang cita2 setiap orang yang dapat melahirkan kebahagiaan. 
Namun kebahagiaan terletak pada keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alamnya seperti makna yang tersirat dalam Tri Hita Karana. Sehingga hubungan timbal balik tersebut amat membutuhkan harta benda sebagai sarananya.

Dalam Brahma purana 221.16 disebutkan, dharma bertalian erat dengan artha dan kama, tidak menentang artha tetapi mengendalikan.

Sebaliknya dalam Santi parwa 123.4 disebutkan, artha dikatakan alat untuk kama tetapi artha selalu sebagai sumber dharma. 
Demikianlah maka dharma, artha, dan kama memang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan dan hendaknya harus seimbang, karena itulah disebut Tri Warga yaitu -- tiga yang saling terjalin.

Seperti halnya diceritakan Age Darmaniaga dalam salah satu kutipan artikel Hindu di fb (ref);

Dikatakan seorang temannya rajin sembahyang namun akhirnya jatuh juga usahanya alias tutup;
Yang satunya begitu juga, akhirnya sakit (linglung, bingung dan akhirnya hilang ingatan) karena tak kuat hadapi masalah hidupnya... 

Kenapa...??? Kan katanya Tuhan maha memberi...

Masalah tak bisa diselesaikan dengan berdelusi yaitu hanya memohon dan berdoa saja... jangan lupa usaha... 
Ini dunia nyata yang harus diselesaikan dengan bergerak dan bukan berdiam diri saja... 

Bukankah Hyang Widhi memberi rejeki itu saat kita ada di ruang realita yaitu ruang dimana kita bekerja dan berusaha...

Maka dari itu disebutkan bahwa 
Belajarlah membagi waktu disaat mana kita memasuki ruang DELUSI (berdoa) dan di saat mana kita memasuki ruang REALITA (berusaha). 
Berdoa saja tak baik, namun berusaha melupakan doa juga tak baik maka perlunya KESEIMBANGAN HIDUP...

 ***