Dan tentunya kita semua harus bisa mengimbangi diri dari kehidupan yang nyata pada diri kita sendiri
Penerapan dan pembenahan diri (mulat sarira) dan melaraskan, meluruskan hati dan pikiran sangatlah dibutuhkan agar kita tetap terarah dalam kesederhanaan kehidupan yang nyata dari pemikiran yang jernih dan positif untuk mencapai tujuan yang pasti.
Seperti halnya dalam mencapai keseimbangan hidup dalam pelaksanaan upacara yadnya disebutkan;
- Penggunaan tepung tawar sebagai penetralisir untuk menjaga keseimbangan - keseimbangan Tri Hita Karana dan keseimbangan-keseimbangan rwa bhineda.
- Hukum Rta menjadi pedoman dalam sraddha untuk keseimbangan hidup sebagai hukum Tuhan yang Bersifat abadi.
- Tapak Dara sebagai simbol keseimbangan secara vertikal dan horizontal,
Seimbang juga berarti sebanding, sepadan, atau kesamaan.
Salah satu dampak dari hidup yang tidak seimbang, yaitu kegelisaan yg terus-menerus. Kita merasa ada yg tidak lengkap dalam hidup ini. Ada yg tercecer yg terabaikan, sehingga kita sering dilingkupi rasa bersalah.
Oleh karena itu, dalam semua aspek kehidupan, keseimbangan disebutkan merupakan keniscayaan yang harus dijalankan dimanapun dan kapanpun.
Kemakmuran memang cita2 setiap orang yang dapat melahirkan kebahagiaan.
Namun kebahagiaan terletak pada keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alamnya seperti makna yang tersirat dalam Tri Hita Karana. Sehingga hubungan timbal balik tersebut amat membutuhkan harta benda sebagai sarananya.
Sebaliknya dalam Santi parwa 123.4 disebutkan, artha dikatakan alat untuk kama tetapi artha selalu sebagai sumber dharma.Demikianlah maka dharma, artha, dan kama memang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan dan hendaknya harus seimbang, karena itulah disebut Tri Warga yaitu -- tiga yang saling terjalin.
Yang satunya begitu juga, akhirnya sakit (linglung, bingung dan akhirnya hilang ingatan) karena tak kuat hadapi masalah hidupnya...
Kenapa...??? Kan katanya Tuhan maha memberi...
Masalah tak bisa diselesaikan dengan berdelusi yaitu hanya memohon dan berdoa saja... jangan lupa usaha...
Ini dunia nyata yang harus diselesaikan dengan bergerak dan bukan berdiam diri saja...
Bukankah Hyang Widhi memberi rejeki itu saat kita ada di ruang realita yaitu ruang dimana kita bekerja dan berusaha...
Maka dari itu disebutkan bahwa
Belajarlah membagi waktu disaat mana kita memasuki ruang DELUSI (berdoa) dan di saat mana kita memasuki ruang REALITA (berusaha).
Berdoa saja tak baik, namun berusaha melupakan doa juga tak baik maka perlunya KESEIMBANGAN HIDUP...
***