Paduraksa adalah pilar-pilar kokoh yang umumnya berada pada bagian sudut dari tembok penyengker yang memiliki kekuatan untuk dapat menjaga dan melindungi penghuninya.
Dimana bentuk Candi Bentar dengan paduraksa yang dibelah dua melambangkan ardhacandra pada kedua bangunan tersebut yang sejiwa.
Pada tempat-tempat yang diagungkan seperti Pura, kori umumnya bergandengan dengan tembok penyengker dengan 4 paduraksa pada keempat sudutnya.
Begitupun Arsitektur Rumah adat Tradisional Bali yang lengkap merupakan suatu komplek perumahan yang harus dapat menunjang sebagian besar aspek kehidupan penghuninya.
Merupakan suatu syarat juga bahwa perumahan adat Bali itu dilingkari dengan tembok.
Temboknya diperkuat dengan pilar-pilar kokoh pada masing-masing sudutnya yang disebut Paduraksa.
Paduraksa yang 4 buah banyaknya mempunyai nama-nama :
- Sudut sebelah Tenggara disebut Aji Raksa,
- Sudut sebelah Barat Daya disebut Ludra Raksa,
- Sudut sebelah Barat Laut disebut Kala Raksa,
- Sudut sebelah Timur Laut disebut Sri Raksa.
Tembok dan Paduraksa itu berfungsi sebagai batas rumah dan melindungi dari gangguan luar dan juga berfungsi menghubungkan dengan penguasa yang masing-masing sudut memiliki kekuatan yang seolah-olah merentangkan tangannya saling berpegangan menghadap ke dalam menjaga dan melindungi penghuninya.
Dalam pengertian Paduraksa tembok penyengker yang dilengkapi dengan penguripnya. Masing-masing Paduraksa terbagi atas elemen-elemen kepala, badan dan kaki seperti halnya bangunan Bali lainnya.
Demikian dijelaskan dari beberapa kutipan arsitektur tulis kori oleh PutuMahendra dimana disebutkan bahwa :
Dalam variasinya kori dibangun dengan berbagai kemungkinan untuk keindahan sesuai dengan fungsi dan lingkungannya.
Lebih lanjut, dalam lontar tentang arsitektur Bali, Padu Raksa." Menurut Lontar Hasta Kosala Kosali sebagaimana dijelaskan PHDI, berkaitan dengan Tattwa Panunggun Karang disebutkan ada dinyatakan sebagai berikut:
Aywa nora padu raksa bilangjungut, yan tan mangkana hala sang maumah mabwat. Artinya: Jangan tidak dibangun "padu raksa" di setiap sudut pekarangan rumah, kalau tidak dibangun akan tertimpa sial orang yang punya rumah itu.
Saat Upacara Melaspas rumah, maka di sudut-sudut atau disebut Jungut itu distanakan Padu Raksa.
- Di sudut timur laut Padu Raksa disebut Sang Raksa sebagai manifestasi Bhatari Sri sebagai sumber kemakmuran Ibu Pertiwi.
- Di sudut tenggara Padu Raksa disebut Sang Adi Raksa sebagai penjelmaan Bhatara Guru sebagai sumber kesentosaan, kemajuan dan lain-lainnya.
- Padu Raksa di barat daya berstana Sang Rudra Raksa sebagai penjelmaan Bhatara Rudra sebagai kekuatan untuk memancarkan energi spiritual Tri Murti dalam menghadapi berbagai kesukaran.
- Di barat laut (Wayabya) Padu Raksa dijaga oleh Sang Kala Raksa manifestasi Bhatari Uma sebagai penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya agar senantiasa berada dalam lindunganNya, tentram, rahayu sekala niskala.
Saat Melaspas itu juga di natar rumah ditanam Banten Resi Gawa. Ritual ini dilatarbelakangi oleh Tattwa yang sangat dalam maknanya.
Dari segi arti kata atau etimologi, kata Kala Raksa berasal dari bahasa Sansekerta dari kata kala dan raksa.
Mengenai kala atau waktu dan energi wajib kita pahami dengan benar, baik dan tepat.
Kala jangan diartikan iblis, jin, setan yang tidak berasal dari budaya Hindu.
Canakya Nitisastra IV. 18 & III. 11 yang menyebutkan bahwa,
- Melakukan sesuatu itu hendaknya diperhitungkan waktu yang tepat.
- Naastijagarata bhayam, maksudnya,
- Orang yang selalu waspada dan berhati-hati sangat kecil kemungkinannya tetimpa bahaya.
Istilah raksa atau sadar (terjaga) secara rokhani itulah yang harus dijadikan dasar mengelola waktu dan berbagai energi dalam hidup ini.
Kaja Kauh sinah wenten Palinggih Tugu sane kewastanin Plinggih Panunggun Karang Tentang Pelinggih Penunggun Karang di Barat Laut atau Wayabya itu dalam Lontar Hasta Kosala Kosali ada dinyatakan: .
Wayabya natar ika, iku Panunggun Karang paumahan.
Artinya: Di arah Barat Laut (Wayabya) dari natar perumahan itu tempat pemujaan Penunggun Karang.
Selain itu, dalam Lontar Sapuh Leger dalam salah satu versinya ada yang menceritakan orang bernama Sang Sudha yang lahir pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wayang yang disebut Tumpek Wayang.
Seperti Bhisama Bhatara Siwa orang yang lahir Tumpek Wayang boleh jadi tadahan Bhatara Kala. Sang Sudha merasa lahir pada Tumpek Wayang itu sangat ketakutan dan memang Bhatara Kala mengejarnya.
Sang Sudha berlari dan berlindung di rumpun bambu yang sangat lebat. Sang Sudha punya adik bemama Diah Adnyawati. Sebagai adik tentunya sangat khawatir pada keselamatan kakaknya.
Diah Adnyawati minta tolong pada Sang Prabhu Mayaspati yang bernama Sang Arjuna Sastrabahu. Sebagai Raja tentunya berkewajiban melindungi rakyatnya.
Demi rakyatnya,
Raja Sang Arjuna Sastrabahu memerangi Bhatara Kala.
Dalam perang tanding itu Bhatara kalah melawan Raja Sang Arjuna Sastrabahu.
Karena kalah Bhatara Kala menyerah dan Raja Sang Arjuna Sastrabahu menugaskan Bhatara Kala dengan Pewarah-warah sebagai berikut:
Duh Bhatara Kala mangke ring wayabya ungguhanta, wus kita angrebeda ring rat.
Artinya: Hai Bhatara Kala sekarang di Barat Laut (Wayabya) letak tugas menjaga anda jangan lagi mengganggu kehidupan manusia.
Sejak itu Bhatara Kala yang bestana di Pelinggih Penunggun Karang disebut Sang Kala Raksa yang memimpin Sang Raksa, Adi Raksa dan Rudra Raksa dalam kaitan paduraksa ini.
***