LPD

LPD adalah singkatan dari Lembaga Perkreditan Desa atau yang dikenal sekarang sebagai Lembaga Labda Pacingkreman Desa yang ada di Bali.

LPD ini adalah suatu badan usaha simpan pinjam yang dimiliki oleh desa adat untuk yang berfungsi dan bertujuan utama untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal yang efektif. 
Dimana tujuan dari seluruh sisa hasil usaha seperti disebutkan LPD Desa Adat Semate yang didapat akan dikembalikan lagi ke pendapatan desa untuk dapat digunakan oleh desa adat setempat dalam rangka membantu perbaikan - perbaikan fasilitas umum yang dimilki.
Tonggak sejarah berdirinya LPD, diawali pada tahun 1983 dimana pucuk pimpinan Pemerintah Daerah Provinsi Bali saat itu disebutkan yaitu Prof. Dr. Ida Bagus Mantra merumuskan gagasan untuk membentuk sebuah lembaga keuangan berbasis adat dengan mengadopsi dan mengembangkan konsep sekaa, banjar dan desa adat yang telah tumbuh di tengah-tengah masyarakat Bali. 

Untuk memperkuat gagasannya itu, Gubernur Mantra mengadakan studi banding ke Padang. 
Disana sudah berdiri Lumbung Pitih Nagari (LPN). LPN merupakan lembaga simpan pinjam untuk masyarakat adat Padang yang cukup sukses. LPN sudah ada di Minang, jauh sebelum Jepang menjajah Indonesia LPN pada awalnya mengenal prinsip dasar arisan yang dimanfaatkan untuk kepentingan adat seperti upacara pertunangan, pernikahan, pengangkatan datuk dan lain-lain. 
Namun lama-kelamaan pengelolaan uang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif seperti modal usaha.

Pada saat yang sama, Pemerintah Pusat juga meluncurkan program pembentukan lembaga kredit di pedesaan untuk mendorong pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa bulan kemudian digelar seminar tentang Lembaga Keuangan Desa (LKD) atau Badan Kredit Desa (BKD) di Semarang yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri pada bulan Februari 1984. 

Salah satu kesimpulan seminar tersebut yaitu 
“Perlu dicari bentuk perkreditan di pedesaan yang mampu membantu pengusaha kecil dipedesaan yang saat itu belum tersentuh oleh Lembaga Keuangan yang ada seperti bank”. 
Sejumlah provinsi di Indonesia sesungguhnya sudah memiliki Lembaga Perkreditan Pedesaan yang tumbuh subur pada dekade 1980-an. Lembaga ini secara umum disebut Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP). 
Namun di setiap daerah namanya berbeda-beda seperti di Aceh disebut Lembaga Kredit Kecamatan (LKC), di Jawa Barat disebut Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), di Jawa Tengah disebut Badan Kredit Kecamatan (BKK).
Bali mencoba menerjemahkan hasil keputusan seminar di Semarang dengan mengandopsi konsep sekaa yang telah tumbuh di masyarakat Bali. 
  • Akhirnya, terbentuklah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali yang dengan tujuan untuk membantu desa adat. 
  • Keuntungan LPD direncanakan untuk membangun kehidupan religius berikut kegiatan upacaranya seperti piodalan, sehingga warganya tidak perlu membayar iuran wajib.
Mula pertama, dibuat pilot project satu LPD di tiap-tiap kabupaten. Kala itu, dasar hukum pembentukan LPD hanyalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 972 tahun 1984, tanggal 19 Nopember 1984. 
  • Sebagai Implementasi dari Kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat I Bali tersebut diatas, maka secara resmi LPD beroperasi mulai 1 Maret 1985, dimana disetiap Kabupaten didirikan 1 LPD. 
  • Selanjutnya LPD diperkuat oleh peraturan daerah provinsi Bali No. 2 / 1988 hingga peraturan daerah provinsi Bali No.8/2002 dan peraturan terkait.
Selain persyaratan untuk memiliki peraturan desa adat tertulis, pendirian LPD juga bergantung anggaran tahunan pemerintah provinsi untuk menyediakan modal awal dan menyiapkan para pelaksana manajemen.

Sekarang dengan adanya Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di tiap desa adat dalam mengaplikasikan Rsi Yadnya disebutkan bahwa kesejahteraan sulinggih dapat dibantu melalui keuntungan yang ada di LPD itu. Sejumlah tertentu dari keuntungan yang diperoleh LPD, misalnya, bisa disisihkan untuk para pemangku yang berada di wilayah desa adat bersangkutan.
***