Bulan Kepangan

Bulan Kepangan adalah cahaya bulan terlihat diterkam oleh Kala Rahu kembali pada saat purnama tiba. Dan hal ini dalam ilmu fisika biasanya disebut dengan Chandra Grahana atau gerhana bulan.

Dimana di Bali umumnya dilaksanakan upacara grahana yadnya yang berkaitan dengan gerhana matahari dan bulan agar sinarnya kembali memancarkan kesempurnaannya.

Kata pengelingsir jaman dulu, kalo ada bulan kepangan (Gerhana bulan), kita diwajibkan utk membunyikan kentongan,utk membantu Dewa Chandra agar dikeluarkan oleh Kala Rahu dr mulutnya,katanya kentongan itu merupakan perwujudan badan dr Kala Rahu, maka kita hrs memukul perutnya agar dimuntahkan lagi.

Bulan Kepangan (Gerhana Bulan) terjadi ketika posisi Bumi berada di antara Bulan dan Matahari, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh Bumi. ... 
Cerita Gerhana Bulan tidak lepas dari cerita Raksasa Kalarau, cerita yang sangat terkenal di kalangan masyarakat bali.

Seperti halnya terjadi pada tahun 2018 yang menurut Fisikanet, bulan kepangan dalam fenomena Gerhana ini disebutkan termasuk langka karena gerhana ini terjadi pada saat Supermoon. 

Dimana jarak terdekat Bulan terhadap Bumi terjadi hanya berselisih 1 hari 4 jam dengan pucak GBT. Pada 30 Januari 2018 pukul 17:56 WITA Bulan berada di perigee sejarak 358.993 km. Pada 29,5 jam berikutnya, yaitu pada 31 Januari 2018 pukul 21:26 WITA, 

Bulan pun berada dalam puncak fase Purnamanya. Kejadian Purnama perigee penutup dari tiga rangkaian supermoon ini adalah yang banyak ditunggu karena pada saat tersebut terjadi pula peristiwa GBT yang dapat diamati dari seluruh Indonesia dari awal malam hingga tengah malam. 

Terlebih, peristiwa totalitasnya akan terjadi selama 1 jam 16 menit yang menyebabkan Bulan akan berwarna merah. Durasi Totalitas GBT 31 Januari 2018 adalah salah satu yang terlama dalam abad ini.

Dan Bulan kepangan ini sebagaimana dikutip dalam kisah Adiparwa saat terjadi pengadukan pemuteran mandara giri diceritakan;

Singkat cerita, dalam salah satu artikel Buleleng Jengah di kisahkan.
Di Wisnu loka tirta amerta pun dibagi-bagikan kepada para dewa sehingga mereka hidup abadi. Mengetahui hal tersebut, raksasa yang merupakan anak sang Wipracitti dan sang Singhika bernama Raksasa Kalarau merubah wujudnya menyamar menjadi dewa dan pergi ke wisnu loka untuk dapat meminum tirta amerta tersebut. 

Tepat ketika Raksasa Kalarau yang menyamar tersebut mendapat giliran meminum tirta amerta, Dewi Ratih memberitahukan kepada dewa Wisnu bahwa dewa itu penyamaran dari Raksasa Kalarau, dewa Wisnu kemudian melemparkan cakramnya dan memenggal kepala Raksasa Kalarau. Tetapi pada waktu itu tirta sudah terminum hingga di bagian leher, sehingga Raksasa Kalarau dapat hidup abadi tapi hanya sebatas. 
Sisa penggalan berupa potongan tubuh tanpa kepala tersebut jatuh ke Bumi, dan menjadi lesung, kentongan dan batang pohon. Raksasa Kalarau tahu bahwa rencananya gagal karena Dewi Ratih (Dewi Bulan) merasa dendam kepada Dewi Ratih.

Maka pada suatu waktu di saat sang dewi berjalan-jalan di angkasa, Raksasa Kalarau mencoba mengejarnya mendekap dengan cara menelannya. Manusia di bumi yang mengetahui bahwa badan Raksasa Kalarau yang jatuh ke bumi menjadi kentongan berusaha menolong Dewi Ratih.

Dan untuk mengalihkan perhatian Kala Rau, masyarakat Bali memuku-mukul kentongan agar ia mengurungkan niatnya menelan Dewi Ratih Kalaupun dewi bulan berhasil ditelan oleh Kala Rau, tentunya ia akan keluar lagi melalui leher yang putus itu. 

Begitulah setiap Raksasa Kalarau menelan Dewi Ratih terjadilah Gerhana Bulan.Itulah cuplikan kisah tentang terjadinya gerhana, khususnya gerhana bulan, yang masih diyakini masyarakat Hindu di Jawa dan Bali.