Kentongan

Kentongan adalah sarana bunyi-bunyian yang menjadi identitas dan ciri khas tersendiri untuk menciptakan kebersamaan dan persatuan;
sebagai alat komunikasi tradisional dan kuno yang tersebar luas di kepulauan Indonesia ini.
Pada umumnya sebuah kentongan pada makna kulkul dalam kontek religi bagi umah Hindu disebutkan biasanya jumlah kentongan yang digantung pada Bale kulkul yang ada di Bali adalah dua buah. 
Ini maksudnya untuk mencerminkan dan jenis kelamin anggota organisasi tersebut yaitu terdiri dari lelaki dan perempuan. 
    • Apabila kegiatan ini hanya melibatkan anggota perempuan, maka yang akan dibunyikan adalah kentongan yang beridentitas perempuan. 
    • Demikian pula sebaliknya apabila kegiatan hanya melibatkan anggota laki-laki, maka kentongan yang dibunyikan adalah kentongan yang beridentitas laki-laki. 
    • Tetapi kalau kegiatan melibatkan laki perempuan, maka kedua kentongan yang harus dibunyikan. 
Untuk membedakan antara kedua jenis kentongan menurut identitasnya dapat dilihat bahwa dari ukuran besar kecil dan suara penabuhnya.

Bahan Kentongan
Kentongan yang biasanya terlihat dipajang di depan Bale Banjar, Bale Desa, digantung di sekitar pura biasanya dibunyikan pada saat ada upacara berlangsung di pura tersebut sebagaimana dijelaskan madesumitre dalam artikel kulkul dan masyarakat Bali disebutkan dapat dibuat dari berbagai macam kayu, adapun kayu yang dapat dipergunakan sebagai kentongan yaitu : 
  • kayu ketewel (nangka), 
  • kayu teges (jati), 
  • kayu camplung, 
  • dan kayu intaran gading (batang pohon pandan yang sudah tua) 
  • namun ada kentongan yang bahannya terbuat dari bambu. 
Untuk mendapatkan kentongan yang baik, maka dipilihlah kayu atau bahan yang baik pula, karena dengan bahan yang baik dapat memberikan kualitas suara yang baik pula. Kayu yang baik dipergunakan sebagai bahan kentongan yaitu sebagai berikut : 
  • Kayu nangka, karena kayu ini disebut Kayu Prabu seperti disebutkan dalam naskah (salah satu lontar tentang arsitektur di Bali yaitu) Janantaka  (lembar 26b):
    • Kita taru nangka, wenang kita dadi ratuning taru kabeh, prabu nangka pangaranta, kita mamisesa ikang taru sahanannya. Kita taru jati, wenang kita mematuhi, patih jati pangaranata, wenang patih pangwesanta ring sahaning taru iki kabeh. Mwang kita comel pengaranta, amisesa ikang taru rencek………..
    • Artinya:
      • …kalau kayu nangka, patut kau menjadi rajanya semua, raja nangka namamu, kau yang menguasai segala kayu itu. Kau kayu jati, patut menjadi patih, patih jati namamu, patut sama kedudukanmu pada kayu nangka, menguasai kayu semua. Kau kayu sentul patut menjadi menteri comel namamu, patut menguasai bangsa kayu bawahan……
Kentongan sebagai alat bunyian (alat komunikasi tradisional) yang merupakan alat yang kuno dan tersebar luas di kepulauan Indonesia, 
sehingga pada pemerintah Belanda kentongan ini lebih populer dengan nama “Tongtong” tetapi nampaknya kurang lazim di Jawa pada istilah tontongan tersebut sedangkan lebih lazim dipergunakan pada zaman Jawa-Hindu hanya dikhususkan untuk menyebutkan “Islit-drum”, tabuhan dengan lubang memanjang yang dibuat dari perunggu (Ensiklopedi Musik Indonesia, 1985 41).
Dalam syair Jawa Hindu Sudamala kentongan-kentongan itu juga disebut kulkul. Di samping itu juga kentongan yang kita kenal sekarang ada yang dibuat dari bambu yang khusus dipakai oleh organisasi-organisasi tertentu 
seperti misalnya Siskamling dan sekehe-sekehe yang bersifat sosial lainnya yang telah sepakat untuk mentaati dari suara (bunyi) kentongan yang telah ditentukan sebelumnya.
***