Congkak

Congkak adalah perilaku sombong yang tidak mau dinasehati.

Sombong, congkak, dan takabur. Hindarilah semua itu. Supaya tidak mendapat celaka, jangan sembrono. 
Barang siapa culas, akan sengsara dan akan selalu mendapat kesulitan, 

Karena pada saatnya nanti sifat-sifat yang siapa angkuh, sombong, iri dengki, akan dihukum Hyang Widhi dalam berbagai cara.

Dalam kisah Mahabharata sifat congkak ini seperti terlihat pada diri Duryodana dari pihak korawa.

Diceritakan dalam ceritaku Mahabharata bagian 23;

Pada suatu hari Resi Maitreya datang ke istana Raja Dritarastra dan diterima dengan penuh kehormatan. Dritarastra sangat mengharapkan restu resi itu. 
Katanya, “Wahai Resi yang kuhormati, aku yakin, Resi pasti bersua dengan anak-anak Pandawa yang kucintai di rimba Kurujanggala. Apakah mereka sehat-sehat? Apakah rasa saling mengasihi dalam keluarga kami takkan pernah berkurang sedikit pun?”
Resi Maitreya menjawab, 
“Kebetulan aku bertemu dengan Yudhistira di hutan Kamyaka. Para resi di hutan itu berdatangan menemui dia. Dari sana aku tahu apa yang telah terjadi di Hastinapura. Aku sangat terkejut karena peristiwa itu bisa terjadi dan dibiarkan terjadi ketika Tuanku Raja dan Bhisma masih ada.”

Kemudian Resi Maitreya menemui Duryodhana. Ia menasihati Duryodhana demi kebaikan pangeran itu sendiri. 
Dinasihatinya Duryodhana untuk tidak bermusuhan dengan Pandawa karena kecuali sakti dan perkasa, Pandawa juga bersekutu dengan Drupada dan Krishna
Tetapi Duryodhana yang keras kepala, gila harta dan gila kuasa itu hanya tertawa, menepuk-nepuk pahanya dan meludah dengan congkak. Ia tidak menyahut apa-apa dan pergi begitu saja.

Resi Maitreya menjadi berang. Sambil memandang Duryodhana, ia berkata, “Dasar sombong! Kau menyombongkan diri, menepuk pahamu dan meludah sembarangan untuk menghina orang yang mendoakan segala kebaikan dan keselamatan untukmu. 
Ingatlah, pahamu yang engkau tepuk itu akan belah menjadi dua ditusuk tombak Bhimasena dan engkau sendiri akan mati dalam pertempuran.”

Mendengar kutuk-pastu Resi Maitreya itu, Dritarastra melompat berdiri lalu menyembah Resi itu, memintakan maaf untuk anaknya. Tetapi Resi Maitreya yang sakti itu berkata, “Kutuk pastuku tidak akan mempan jika putramu mau berdamai dengan Pandawa. Tetapi kalau tidak, beranikah engkau menghadapi akibatnya?!” 
Setelah berkata demikian, Resi Maitreya meninggalkan istana dengan perasaan kecewa.

Dalam riwayat kematian Duryodana diceritakan;

Oleh Sri Kresna dijelaskan bahwa ketika bayi Duryudana dimandikan oleh air suci, sehingga kini badannya keras bagaikan besi jika dipukul akan sakit tapi segera sembuh kembali. Arjuna menjadi cemas dan menanyakan bagaimana cara mengalahkannya. 

Sri Kresna menjawab, 
“Ketika dimandikan, paha kirinya tertutup oleh sehelai daun, itulah kelemahannya. Sekarang adik Arjuna dekati Bima sambil pura-pura menonton dan tepuk paha kiri untuk memberi tanda pada adik Bima”. 
Arjuna segera melaksanakan perintah Sri Kresna, dan mendekati pertarungan sambil menepuk paha kirinya.
Bima yang otaknya encer segera mengerti maksud Arjuna segera mengeluarkan aji Bayubraja dan dihantamkan sekuat tenaga ke paha kiri Duryudana. 
Pukulan Bima kena tepat pada paha kiri Duryudana dan Duryudana segera terjatuh sambil berteriak kesakitan. 
Bima kemudian menghentikan serangannya karena Duryudana sudah tidak berdaya. Duryudana akhirnya berteriak minta dihabisi karena dirinya sudah tak berdaya, namun sebagai ksatria Bima pantang menyerang orang yang tidak berdaya.

Sri Kresna kemudian menjelaskan bahwa Bima harus mengakhiri nyawa Duryudana karena dalam keadaan seperti itu Duryudana akan menjadi cacat dan selamanya tidak berguna lagi. 
Sebagai sesama ksatria Bima harus menghormati lawannya dan mengakhiri hidup Duryudana.

Demikianlah diceritakan sifat congkak yang tanpa mau mendengarkan nasehat yang disebutkan pada suatu saat akan menuai kesengsaraan.