Pengetahuan itu dikatakan benar bila keterangan atau sifat yang dinyatakan cocok dengan obyek yang diamati.Ibaratnya, ketika orang-orang mencari kebenaran dalam sebuah perdebatan terlihat;
Terkadang mereka tak ubahnya seperti orang buta yang mencoba mencari dan menyentuhNya.....,Berkaitan dengan tri pramana dalam pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti tersebut;
Lalu dengan congkak dan sombongnya, seolah mereka yakin bahwa itu adalah yang paling benar.....
Diceritakan suatu ketika ada enam orang buta yang pergi bersama untuk mencari tahu, seperti apakah binatang gajah 🐘 itu.
- Orang buta pertama menyentuh kaki gajah, karena ia buta, yang hanya bisa ia lakukan adalah menyentuh gajah itu.
Dia lalu menyentuh kaki gajah;
dan sampai pada kesimpulan bahwa gajah dikatakan adalah pilar besar atau sebatang pohon; lurus, bulat, panjang dan kuat dengan kulit tebal.
- Pria kedua menyentuh ekor gajah;
Dan sampai pada kesimpulan bahwa seekor gajah dikatakan adalah seutas tali dengan kuas pada ujungnya dan bisa bergerak ke kanan dan ke kiri dengan sangat mudah di udara.
- Pria ketiga menyentuh telinga gajah tersebut dan berkata,
"Gajah adalah binatang pipih, seperti kipas tangan"
- Pria keempat yang hanya menyentuh belalai gajah itu berkata,
"Tidak, gajah itu seperti ular atau dahan pohon, kasar di permukaan dan berlubang di dalamnya.
- Orang kelima yang telah menyentuh perutnya mengatakan :
"Seekor gajah seperti tembok besar, tapi dengan cekungan di sana sini"
- Pria keenam yang hanya menyentuh gading mengatakan :
"Seekor gajah adalah seperti pipa atau tombak dan sangat kuat"Setelah mereka tahu bahwa mereka memiliki perselisihan tentang hal ini mereka mendatangi seorang pria yang memiliki mata dan pernah melihat gajah itu. Masing-masing menjelaskan sisi ceritanya dan bertanya siapa yang benar di antara mereka.
Pria yang pernah melihat gajah itu berkata,
"Sejatinya kalian semua benar tatkala kita menjelaskan bagian dari Gajah, Gajah memiliki semua hal yang telah kalian jelaskan, Gajah lebih dari yang hanya kalian sentuh.....".Demikianlah sebagai renungan dalam meyakini sesuatu berdasarkan Pratyaksa Pramana, ketika kita mempertentangkan dan memperdebatkan bahwa Dewa yang satu lebih superior jika dibandingkan Dewa yang lain, atau bahkan bahwa Tuhan dari agama tertentu adalah lebih baik dari Tuhan agama lain, padahal sejatinya Tuhan itu disebutkan esa adanya.