Sehingga tidak salah kalau pelaksanaan upacara yadnya Agama Hindu terdapat banyak sekali unsur-unsur seni seperti halnya Pancapagendha sebagai unsur seni yang mewarnai setiap pelaksanaan upacara yadnya baik yang berupa sesajen, suara (dharma gita), gambelan, dan gerak (Tari, sikap mudra Sulinggih).
Hal ini menjadikan Seni dan Agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaan Ajaran Agama Hindu di lakukan dengan seni.
Secara sederhananya seni dapat diartikan sebagai hasil ciptaan atau buah dari pikiran manusia yang diungkapan dalam wujud dan suara yang dapat didengarkan yang ditunjukan dengan kemahiran teknis sehingga dapat memberikan kebahagiaan hati dan hidup.
Pada awalnya seni sepenuhnya diabdikan untuk pelaksanaan upacara agama seperti halnya dikutip dalam salah satu materi pendidikan agama Hindu;
Tapi lama kelamaan, seni juga diciptakan sebagai alat untuk memuaskan hati dan pikiran manusia, sehingga seni juga dijadikan sebagai hiburan.
Berbicara tentang jati diri seni yang berkembang di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perkembangan dan pengaruh Hindu yang berlandaskan seni-budaya prasejarah.
Segi kontinyuitas dalam perkembangan seni Hindu ini memperlihatkan benang merah yang tegas tentang kronologis aspek filosofis, teknis, tematis, dan estetis kekaryaan seni di Indonesia.
Sehingga jati diri seni Indonesia telah bisa diamati dan dikaji melalui karya-karya seni rupa (bangunan, patung, relief kriya, motif hias).
Khusus seni rupa yang berkembang di Indonesia, memiliki ciri-ciri dasar yaitu: pluralistik, kontinyuitas, dan unik.
Pluralitas dalam seni rupa Indonesia disebabkan oleh keadaan alam yang terdiri dari pulau-pulau yang dibatasi oleh laut dan selat.
Keadaan alam (kondisi geografis) seperti ini menumbuhkan karakter budaya setiap tempat (pulau) yang berbeda dengan pulau yang lainnya.
Ciri kontinyuitas seni rupa dapat terlihat dari kesinambungan perkembangan dan kesadaran tradisi sejak masa kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa hingga Bali-Hindu.
Kesadaran terhadap adanya transformasi budaya-yang merupakan proses yang terus berlanjut dapat membentuk jati diri budaya nasional.
Proses awal perkembangan seni itu melalui tahap awal (peniruan) dan tahap adaptasi (penyesuaian).
Proses kontak budaya dalam perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu berakibat terhadap munculnya beragam corak seni rupa Indonesia yang tersebar di seluruh Nusantara.
Walaupun corak tersebut beraneka ragam tetapi ternyata memiliki karakteristik yang sama. Hal ini disebabkan oleh kesamaan dalam pandangan kosmologis dan geopolitis.
Pandangan terhadap jagat raya (kosmologis) tersebut tercermin dalam ungkapan-ungkapan etnik setiap daerah, misalnya kesamaan dalam 224 memvisualisasikan motif-motif hias flora dan fauna sebagai ornamen.
Motif-motif alam itu terungkap karena masyarakat Indonesia berada dalam kehidupan dan lingkungan alam yang subur.
Contoh lain yang bisa membuktikan adanya kesatuan dalam keragaman corak yaitu ungkapan wujud arsitektur di setiap daerah yang variatif, tetapi di dalamnya jika diteliti akan terdapat kesamaan ungkapan (dalam aspek struktur bangunan keseluruhan dan beberapa motif hiasnya).
Proses transformasi budaya yang membentuk jati diri seni di Indonesia melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu peniruan unsur-unsur budaya India tanpa seleksi.
- Tahap kedua yaitu penyesuaian unsur budaya India dengan unsur-unsur budaya sendiri.
- Tahap yang terakhir yaitu penguasaan unsur-unsur budaya India sebagai kelengkapan dalam membentuk kepribadian budaya bangsa.
Bentuk ketiga inilah yang menampilkan bentuk ungkapan sebagai penemuan jati diri budaya Indonesia dari pengaruh perkembangan agama Hindu.
Secara filosofi,
Tumbuh dan kembangnya kesenian itu dapat dimulai dari seni lingkungan hidup. Kecintaan bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup (alam dan sekitarnya) telah lama menjadi cerminan penghayatan terhadap nilai-nilai agama.
***