Metanding

Masyarakat Bali dimanapun berada, walaupun terlahir sebagai laki-laki, tentu pernah metanding atau mejejahitan seperti halnya dikatakan dalam Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
Metanding adalah ketrampilan atau kegiatan untuk menata berbagai bahan sesaji/upakara yadnya sehingga menjadi sebuah keutuhan sebuah banten (sesaji). 
Sementara mejejahitan merupakan bagian dari metanding, yaitu menjahit janur dirangkai dengan berbagai bunga dan daun-daunan tertentu. 
Mejejahitan menghasilkan canang dengan merangkai janur dan warna-warni bunga dan daun Canang dan berbagai hasil majejahitan dipersatukan dalam matanding menjadi banten yang dikerjakan oleh kaum wanita.

Biasanya anak laki-laki dilibatkan juga dalam memetik bunga, memanjat kelapa, mencari janur, atau berbagai perlengkapan dalam tahap persiapan.
  • Bagi para ibu dan anak perempuan, membuat untaian keindahan (majejahitan dan metanding) adalah mata pelajaran pokok dalam kehidupannya. 
  • Laki-laki mendampingi untuk mempersiapkan bahan-bahannya. Setiap hari diwajibkan untuk membuat canang sari atau tangkih untuk persembahan pagi atau sore. 
Canang adalah perpaduan berbagai unsur-unsur keindahan. Berbagai jenis dan warna bunga, janur, dupa, beras.
Semuanya dirangkai, dijahit, ditata atau ditanding menjadi sebuah kesatuan yang disebut canang.
Biasanya canang atau metanding (menata sesaji) dilakukan di atas meja dan tikar atau di atas bale (bangunan khusus untuk matanding) mereka membuatnya secara bersama-sama.
Janur dituas menjadi reringgitan, lalu dijahit dengan ketelitian yang tinggi. 
Berbagai bentuk kurva dan persegi, dengan menerapkan prinsip kesatuan dan harmoni dalam seni rupa sehingga membentuk prinsip keseimbangan yang simetris pada lipatan-lipatan jahitan canang sari.
Dalam hal ini masyarakat Bali diperkenalkan pada dimensi dan bentuk. Janur yang dijahit ini menjadi semacam penyangga bagi bunga-bunga yang dirangkai di atasnya, dilengkapi berbagai tambahan sesuai kebiasaan atau tata cara keluarga atau desa bersangkutan.
Pewarisan keterampilan ini turun dari generasi ke generasi. Dari nenek ke ibu, dari ibu ke anak dan seterusnya. Ini berjalan dengan sangat terjaga selama berabad-abad. 
Dalam suka cita pewarisan ini selalu ada yang terbaharui dari setiap generasi punya seleranya untuk menambahkan yang diwarisi sesuai tempat, waktu dan suasana keberadaanya atau yang disebut desa kala patra yaitu dengan menata dan merangkai bermacam-macam bunga dengan warna yang berbeda sehingga menghasilkan keindahan dan keharmonian warna pada tetandingan banten yang dapat dijadikan sebuah simbol pendidikan multikulturalisme dalam kehidupan manusia dan kehidupan ekosistem.
***