Hal-hal yang dituturkan secara turun-temurun tersebut juga dikatakan bahwa pada sasih kasanga para penganut ilmu hitam (pangiwa) akan mempersembahkan tumbal (mayah peti) bagi junjungannya sehingga diperlukan ritual untuk menetralkan kembali keseimbangan kosmis yang terganggu ini.
Menurut kepercayaan yang tumbuh subur di pesisir selatan Bali, pada bulan-bulan keramat itu, seperti yang telah disebutkan di atas, penguasa Nusa Penida, Ratu Gde Mecaling juga sedang gencar-gencarnya menyebarkan wabah dan penyakit ke Bali daratan.
Dan pada bulan-bulan rawan itu biasanya berbagai jenis wabah penyakit merajalela. Untuk menetralkan kembali keseimbangan kosmis yang terganggu maka digelarlah berbagai jenis ritual penolak bala seperti halnya upacara tawur kesanga ataupun ritual lainnya.
Diceritakan juga pada zaman dulu sebelum listrik masuk desa secara masif cerita-cerita mistis semacam itu sukses membuat resah orang-orang kampung terutama yang memiliki anak kecil.
Saban sasih kasanga orang-orang menjadi lebih waspada ketimbang bulan-bulan sebelumnya, kegairahan mendatangi tempat-tempat suci atau orang pintar tampak dimana-mana.
Demikian ditambahkan oleh PHDI dalam perpaduan shakti dan shanti dimana dikatakan bahwa sasih kasanga ditata sedemikian rupa oleh para sadhu di masa lampau sebagai momentum untuk mempersiapkan diri menyambut tahun baru Saka saat hari raya nyepi, diharapkan pada tahun Saka yang anyar terjadi peningkatan spiritual yang ditandai oleh rontoknya berbagai kekotoran bathin (klesa) yang menjadi kebiasaan pada tahun Saka yang telah lewat.
Mestinya dipahami bila kekuatan-kekuatan buruk tidak melulu milik makhluk-makhluk jahat atau penyihir-penyihir kejam yang berada jauh di luar sana.
Struktur materi dari tubuh sangat memungkinkan avidya maya juga bertengger pada diri sendiri.Kewaspadaan para orangtua dalam menjaga anak-anaknya setiap datangnya sasih kasanga sesungguhnya memberikan pesan agar lebih peduli dengan perkembangan perilaku buah hatinya.
***