Upacara Pengulapan berasal dari kata ngulapin deng3an akar katanya adalah ulap. “Ulap adalah bahasa Jawa kuna dan juga bahasa Bali yang artinya adalah silau.
Silau yang dimaksudkan di sini adalah seperti keadaan mata ketika menatap atau memandang sinar matahari.Kalau dijadikan kata majemuk menjadi ulap-ulap”. Jika ulap-ulap itu bahasa Indonesia akan berarti mamanggil dengan lambaian tangan.
Tetapi jika ulap-ulap dalam bahasa Bali maka akan berarti suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang/bujur sangkar, terbuat dari secarik kain putih yang berisi tulisan hurup-hurup keramat yang menurut agama Hindu dikatakan mempunyai kekuatan yang magis.
Biasanya benda-benda semacam itu diletakan pada halaman depan dari sebuah bangunan, dibawah atap pada kolong rumah, pada waktu memberi upacara ngulap ngambe dari suatu bangunan tersebut.
Maksudnya adalah untuk memohon kehadapan Tuhan yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi, agar supaya jika ada unsur-unsur yang ingin mengganggu, menjadi silau.
Jika berbentuk pengulapan akan berarti Upakara yadnya yang dipakai pada waktu ngulapin, Baik ngulapin orang jatuh, ngulapin pratima, ngulapin pitra, maupun ngulapin Bhuta.
Ngulapin sudah merupakan suatu kebiasaan bagi Umat Hindu di Bali.
Macam-macam Upacara Ngulapin :
- Ngulapin orang jatuh.
- Ngulapin Pratima (arca)
- Bahan-bahan serta alat-alat yang dipakai dalam tetandingan banten pengulapan baik ngulapin pretima, ngulapin orang jatuh, adalah sama. Cuma saja dalam upacara ngulapin orang jatuh ada sedikit perbedaannya.
- Ngulapin Pitra, rangkaian dalam upacara ngaben.
- Ngulapin Orang baru Sembuh dari Penyakit, yang bermaksud supaya orang yang diupacarai ini bisa makan segala macam makanan, maksudnya tidak terpengaruh oleh makanan yang menyebabkan sakitnya kumat/kambuh, dalam bahasa Bali disebut dengan betus.
- Kendatipun ia sudah sehat tapi kalau belum diadakan upacara pengulapan ia tidak boleh makan sewenang-wenang seperti makan jotan, daging babi guling dan lain sebagainya, dan juga tidak diperkenankan keluar rumah.
- Ngulapin Pretima (arca), bermaksud apabila pretima itu pernah jatuh, disebabkan karena disenggol oleh binatang, seperti kucing tat kala ada upacara di sekitar pratima itu, jatuh karena tempatnya tidak baik, dibawa oleh manusia, selain dari itu mungkin pratima itu pernah dicuri atau dimasuki oleh pencuri.
Tempat Pelaksanaan Upacara Pengulapan
Tempat pelaksanaan pengulapan itu tidak mutlak harus dilakukan di tempat jatuh, tetapi tergantung dari jarak tempat jatuh dengan rumah yang bersangkutan. Jika seandainya jarak jatuhnya dekat dari rumahnya, hal itu dilakukan langsung ke tempat kejadian.
Tetapi jika seandainya jarak jauh apalagi sampai keluar darah, hal itu cukup dilakukan dengan “nyawang” dari jalan raya terdekat. Yang menjadi sasaran utamanya adalah bahwa upacara pengulapan itu harus dilaksanakan.
Waktu pelaksanaan Upacara
Ajaran agama telah mewariskan kepada kita, cara-cara untuk mencapai suatu yang diharapkan. Disamping itu agama telah memberikan “dewasa” untuk hari yang baik bilamana kita boleh dan tidak boleh melaksanakan upacara ini.
Kita mempunyai saat yang baik dan buruk yang selalu berdampingan,dalam hal ini kita sebagai manusia yang harus tahu wiweka, agar keharmonisan dan keseimbangan terus dapat dipelihara, sehingga tujuan agama yang berbunyi “Moksartham jagadhitha” dapat di capai.
...... Dikutip dari Catatan : Mengenal Upacara Pengulapan, apa dan bagaimana pengulapan itu sendiri oleh Hindu Bali (ref)
***