Masa Bercocok Tanam adalah sebuah masa dimana dahulu mereka memilih tempat-tempat yang subur.
Dan di Bali pada masa itu, pengetahuan tentang perbintangan seperti wariga juga disebutkan sangatlah terkenal di masyarakat pada masa itu.
Sehingga dari dahulu dan sampai sekarang pun para petani mempelajari wariga ini untuk mencari masa bercocok tanam.
Dulu manusia sangat menyadari hidupnya diberkati oleh alam dimana dalam Lontar Dharma Pemaculan disebutkan sehingga segala sesuatu yang akan diperbuatnya selalu memohon ijin kepada alam yang berdasarkan hasil peninggalan budaya sejak masa bercocok tanam disebutkan berkaitan dengan kepercayaan berupa :
- Bangunan-bangunan megalitikum dengan fungsinya sebagai tempat-tempat pemujaan atau penghormatan kepada roh nenek moyang;
- Maka diketahui bahwa masyarakat pada masa itu sudah menghormati orang yang sudah meninggal.
Dalam sejarah Bali juga diceritakan, tersebutlah dahulu bangsa-bangsa pendukung kebudayaan Neolitikum, migrasi orang-orang Proto Melayu dan tergolong ras Mongoloid, diperkirakan berlangsung sekitar tahun 2500 SM;
Maka mulailah terjadi integrasi dengan kebudayaan dari luar.
Penduduk Bali secara berangsur-angsur meninggalkan pola hidup nomaden, mulai hidup bertempat tinggal di suatu daerah dengan batas-batas wilayah tertentu yang disebut pedukuhan, belajar bercocok tanam dan bermasyarakat.Dalam masa prasejarah di Bali (artikel lengkap) disebutkan pada masa dahulu masa bercocok tanam merupakan suatu revolusi yang pertama dalam kehidupan manusia.
Teknologi pembuatan alat-alat untuk keperluan hidup dibuat dengan baik sekali dan digosok sampai halus dan mengkilat.
Mereka juga telah meninggalkan cara hidup mengembara dan membuat desa-desa kecil. Untuk tempat tinggal, mereka mendirikan rumah-rumah panggung yang dikerjakan secara gotong royong untuk menyelamatkan diri dari bahaya banjir atau gangguan dari binatang buas.
Peninggalan-peninggalan yang berupa alat-alat batu dari masa bercocok tanam ini ditemukan tersebar hampir di seluruh Bali. Seperti di :
- Palasari,
- Kediri,
- Bantiran,
- Pulukan,
- Kerambitan,
- Payangan,
- Ubud,
- Pejeng,
- Selulung,
- Kesiman,
- Selat,
- Nusa Penida
- dan di beberapa desa di Bali Utara.
Alat-alat yang telah dikumpulkan selama ini di Bali menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Pulau Bali telah ditempati. Sekarang, sejumlah alat-alat tersebut telah dikumpulkan di Museum Bali, Denpasar dan Museum Gedung Arca, Bedulu, Gianyar. Namun alat-alat tersebut belum dapat memberikan banyak gambaran mengenai kehidupan yang sebenarnya telah terjadi.
Tingkat penguasaan teknologi pembuatan alat-alat batu semakin maju dan usaha bertempat tinggal secara tetap sudah mulai dilakukan. Mereka mulai bercocok tanam secara sederhana dan mengembang biakkan binatang-binatang tertentu. Mereka memilih tempat-tempat yang subur. Binatang-binatang seperti anjing dan babi mulai dipelihara dan dikembangbiakkan. Kecuali untuk dimakan, babi dipelihara untuk keperluan upacara-upacara tertentu.
Kemajuan baru telah menimbulkan perubahan dalam usaha atau cara untuk memenuhi keperluan pokoknya akan makanan sehari-hari.
Dahulu perubahan ini mengakibatkan adanya pembaruan di dalam tata kehidupan masyarakat.
- Kehidupan menetap telah memberikan kemungkinan bertambahnya jumlah anggota keluarga atau anggota kelompok.
- Anak-anak mulai dianggap sebagai tenaga pembantu yang produktif.
- Kaum wanita mulai lebih banyak mengambil bagian dalam berbagai kegiatan.
- Pertumbuhan masyarakat menjadi lebih teratur dalam ikatan-ikatan keluarga dan kehidupan gotong royong dianggap sebagai kewajiban bersama yang mengikat bagi semua orang.
- Mereka memanfaatkan waktu menunggu akan datangnya musim panen dengan baik seperti dengan membuat gerabah dan barang-barang kerajinan anyam-anyaman.
Pada masa ini diduga mereka telah melakukan pelayaran melalui laut dengan menggunakan perahu bercadik atau rakit-rakit yang sederhana.
Dengan alat transportasi laut tersebut, mereka telah melakukan perdagangan dalam bentuk tukar menukar barang yang diperlukannya (barter). Perdagangan ini yang mendorong penyebaran kebudayaan dan memajukan kebudayaan dikalangan penduduk.
Dalam masa kemajuan yang telah berhasil dicapai, mereka memerlukan adanya bahasa sebagai alat perhubungan.
Para ahli juga telah memperkirakan bahwa bahasa yang dipakai di kepulauan Nusantara pada masa prasejarah yaitu dengan Bahasa Melayu-Polinesia atau Bahasa Austronesia. Bahasa ini telah mempermudah penyebaran kebudayaan dan mempermudah perdagangan.
Dalam kepemimpinan, masyarakat pada masa bercocok tanam pada saat itu juga disebutkan menuntut adanya seorang tokoh pemimpin desa untuk menjaga segala ketertiban hidup. Jabatan pemimpin desa ini biasanya dipegang oleh seorang tua yang mempunyai kewibawaan, kejujuran, dan disegani atau dihormati masyarakat.
Pada masa ini mulai berkembang tradisi penghormatan kepada orang tua yang menjadi pemimpin dan tradisi ini berkembang lebih pesat pada masa selanjutnya.
Hal ini dapat dilihat pada bangunan-bangunan megalit sebagai media penghormatan.
Pada masa ini berkembang pula kepercayaan bahwa kehidupan setelah meninggal dunia akan berpengaruh terhadap kehidupan saat ini (animisme). Berdasarkan kepercayaan ini, maka kepada orang yang meninggal dunia diberikan suatu perawatan yang baik disertai suatu upacara penguburan dan diberi pula bekal kubur.
Pemberian bekal kubur, merupakan pernyataan dari kepercayaan tadi, bahwa di alam baka kehidupan orang yang telah meninggal itu akan berlangsung terus. Pada masa perundagian, kepercayaan ini berkembang lebih pesat lagi.
Bertambahnya jumlah penduduk yang disertai kemajuan teknologi di desa-desa, memerlukan persediaan bahan makanan yang lebih banyak.
***