Parasu Rama

Parasu Rama (Parasurama) adalah sang awatara penyelamat, yang konon pada zaman Tretayuga Parasurama bertekad untuk menumpas habis seluruh kesatria jahat yang suka berperang dari muka bumi ini.

Dan dalam Hindu Dharma, 
Parasu Rama dikenal sebagai salah satu mahluk yang hampir abadi karena sebagai pemuja Siwa yang sangat taat.

Rama sebagai seorang brahmana berwujud angker dan bersenjatakan parasu yang merupakan salah satu simbol dan atribut Ganesha yaitu berupa kapak dan panah atau busur siwa untuk mengalahkan para ksatria yang suka perang dimana disebutkan Parasu Rama ini merupakan awatara Wisnu ke 6 yang dalam kutipan weda hindu, awatara Parasu Rama ini hidup pada zaman Tretayuga. 
  • Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. 
  • Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut. 
Parasurama merupakan putra bungsu Jamadagni, seorang resi keturunan Bregu. Itulah sebabnya ia pun terkenal dengan julukan Bhargawa
Sewaktu lahir Jamadagni memberi nama putranya itu Rama. 
Setelah dewasa, Rama pun terkenal dengan julukan Parasurama karena selalu membawa kapak sebagai senjatanya. 
Selain itu, Parasurama juga memiliki senjata lain berupa busur panah yang besar luar biasa.
Sewaktu muda Parasuama pernah membunuh ibunya sendiri, yang bernama Renuka. Hal itu disebabkan karena kesalahan Renuka dalam melayani kebutuhan Jamadagni sehingga menyebabkan suaminya itu marah. 
Jamadagni kemudian memerintahkan putra-putranya supaya membunuh ibu mereka tersebut. 
Ia menjanjikan akan mengabulkan apa pun permintaan mereka. 
Meskipun demikian, sebagai seorang anak, putra-putra Jamadagni, kecuali Parasurama, tidak ada yang bersedia melakukannya. 
Jamadagni semakin marah dan mengutuk mereka menjadi batu.
Parasurama sebagai putra termuda dan paling cerdas ternyata bersedia membunuh ibunya sendiri. Setelah kematian Renuka, ia pun mengajukan permintaan sesuai janji Jamadagni. 

Permintaan Parasurama tersebut antara lain, 
Jamadagni harus menghidupkan dan menerima Renuka kembali, serta 
mengembalikan keempat kakaknya ke wujud manusia. 
Jamadagni pun merasa bangga dan memenuhi semua permintaan Parasurama.

Pada zaman kehidupan Parasurama, 
ketenteraman dunia dikacaukan oleh ulah kaum kesatria yang gemar berperang satu sama lain.
Parasurama pun bangkit menumpas mereka, yang seharusnya berperan sebagai pelindung kaum lemah.
Tidak terhitung banyaknya kesatria, baik itu raja ataupun pangeran, yang tewas terkena kapak dan panah milik Rama putra Jamadagni.

Konon Parasurama bertekad untuk menumpas habis seluruh kesatria dari muka bumi. Ia bahkan dikisahkan telah mengelilingi dunia sampai tiga kali. 
Setelah merasa cukup, Parasurama pun mengadakan upacara pengorbanan suci di suatu tempat bernama Samantapancaka. 
Kelak pada zaman berikutnya, tempat tersebut terkenal dengan nama Kurukshetra dan dianggap sebagai tanah suci yang menjadi ajang perang saudara besar-besaran antara keluarga Pandawa dan Korawa dalam kisah Mahabharata.

Penyebab khusus mengapa Parasurama bertekad menumpas habis kaum kesatria adalah karena perbuatan raja Kerajaan Hehaya bernama Kartawirya Arjuna yang telah merampas sapi milik Jamadagni. 
Parasurama marah dan membunuh raja tersebut.
Namun pada kesempatan berikutnya, anak-anak Kartawirya Arjuna membalas dendam dengan cara membunuh Jamadagni.
Kematian Jamadagni inilah yang menambah besar rasa benci Parasurama kepada seluruh golongan kesatria.

Meskipun jumlah kesatria yang mati dibunuh Parasurama tidak terhitung banyaknya, namun tetap saja masih ada yang tersisa hidup. Antara lain dari Wangsa Surya yang berkuasa di Ayodhya, Kerajaan Kosala. Salah seorang keturunan wangsa tersebut adalah Sri Rama putra Dasarata

Pada suatu hari ia berhasil memenangkan sayembara di Kerajaan Mithila untuk memperebutkan Sita putri negeri tersebut. 

Sayembara yang digelar ialah yaitu membentangkan busur pusaka pemberian Siwa. Dari sekian banyak pelamar hanya Sri Rama yang mampu mengangkat, bahkan mematahkan busur tersebut.

Suara gemuruh akibat patahnya busur Siwa sampai terdengar oleh Parasurama di pertapaannya. 
Ia pun mendatangi istana Mithila untuk menantang Rama yang dianggapnya telah berbuat lancang.
Sri Rama dengan lembut hati berhasil meredakan kemarahan Parasurama yang kemudian kembali pulang ke pertapaannya.
Ini merupakan peristiwa bertemunya sesama awatara Wisnu, karena saat itu Wisnu telah menjelma kembali Ciranjiwin, ia hidup abadi sebagai Rama sedangkan Parasurama sendiri masih hidup.
Peran Parasurama sebagai awatara Wisnu saat itu telah berakhir.
Pada zaman Dwaparayuga Wisnu terlahir kembali sebagai Kresna putra Basudewa. Pada zaman tersebut Parasurama menjadi guru sepupu Kresna yang bernama Karna yang menyamar sebagai anak seorang brahmana. 

Setelah mengajarkan berbagai ilmu kesaktian, barulah Parasurama mengetahui kalau wujudnya sebagai Karna berasal dari kaum kesatria. 
Ia pun mengutuk Karna agar lupa terhadap semua ilmu kesaktian yang pernah dipelajarinya pada saat pertempuran terakhirnya. 
Kutukan tersebut menjadi kenyataan ketika Karna kalah berhadapan dengan adiknya sendiri, yang bernama Arjuna, dalam perang di Kurukshetra.
Parasurama diyakini masih hidup pada zaman sekarang. Konon saat ini ia sedang bertapa mengasingkan diri di puncak gunung, atau di dalam hutan belantara.
***