Brahmana Keling

Brahmana Keling adalah putra dari Danghyang Kayumanis, cucu dari Empu Candra, kumpi dari Mpu Bahula dan cicit dari Mpu Beradah yang dalam sejarah Topeng Sidakarya disebutkan :
Beliau merupakan seorang pendeta yang sangat termashyur karena pandangannya tentang kebenaran yang utama yang mempunyai “Ilmu Kelepasan Jiwa
(*** Yang dalam Lontar Kamoksan disebutkan, bersifat sangat rahasia dan tidak semua bisa mempraktekkannya sehingga memerlukan kesigapan, ketelitian, ketekunan dan ketajaman batin pembacanya ***)
Dan juga berkat jasa Brahmana Keling ini yang dahulu diceritakan mampu menciptakan kesejahteraan alam lingkungan yang lebih baik dari tahun ke tahun, hasil alam yang melimpah sebagai sarana dan prasana karya sehingga karya dapat dilaksanakan dengan sukses atau berhasil (Sidakarya) sesuai dengan harapan Dalem Waturenggong saat itu :
maka Brahmana Keling dianugrahi gelar Dalem. Mulai saat itu Brahmana Keling mabiseka “Dalem Sidakarya”. Lalu diadakan upacara pediksan sebagaimana mestinya.
Saking gembiranya Ida Dalem Waturenggong karena upacara Eka Dasa Rudra berjalan lancar dan berhasil (Sidakarya) maka selain dianugrahkan gelar Dalem Sidakarya atas nasihat Dang Hyang Nirartha, Dalem Waturenggong bersabda yang isinya kurang lebih sebagai berikut: 
“Mulai saat ini dan selanjutnya bagi setiap umat Hindu di seluruh jagat yang melaksanakan upacara wajib nunas tirta Penyida Karya yang bertempat di pesraman Dalem Sidakarya supaya upacara yang dilakukan menjadi Sidakarya (Berhasil), yang terletak di pesisir selatan Kerajaan Badung (Sidakarya sekarang). 
Pada setiap upakara atau sarana upacara disebarkan sarana serba Sidakarya seperti sayut Sidakarya untuk di banten atau sesajen, tipat sidakarya untuk makanan kesejahteraan, Tari Topeng Sidakarya untuk wali (keselarasan). Dan orang yang mengadakan upacara wajib nunas :
  • Catur Bijadigunakan untuk penginih – inih karya dan pengingsahan karya, sebagai ajengan catur dalam kegiatan Yadnya.
  • Panca Taru Sidakarya, sebagai simbolis jatu untuk wewangunan suci.
Dan juga demi kesempurnaan upacara Yadnya, sebagai penutup rangkaian upacara dipentaskan Tari Topeng Sidakarya sebagai simbolis siklus kehidupan yaitu lahir, kecil, muda, tua, mati. Setelah itu penari mengucapkan (ngucarang) mantranya.
***