Tamiang

Tamiang adalah sebagai simbol pelindung dan juga senjata dari Dewata Nawa Sanga sebagai lambang perputaran roda kehidupan, cakraning panggilingan untuk mengingatkan pada hukum alam (rta). Artinya, jika masyarakat tidak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau taat dengan hukum alam sudah pasti akan tergilas roda kehidupan, bahaya berupaya bencana alam dan kerusakan alam. 

Biasanya, tamiang dipasang di pojok rumah dan di pelinggih yang pada dasarnya, bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan ini adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). 

Sedangkan, senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Karena dengan ketenangan pikiran tidak akan dapat dikalahkan oleh senjata apapun. Ikang manah pinaka witing indria yang berarti pikiran itu sumber dari indria. “Ini artinya, senjata pikiranlah yang paling ampuh dan utama dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan globalisasi kekinian yang serba teknologi canggih. Demikian disebutkan dalam kutipan artikel Metro Bali, Kuningan, Jaga Hati dan Pikiran untuk Taksu Bali.

Sementara "Sampian Tamiang" dalam Kuningan disebutkan bahwa berbagai simbol perang mewarnai perayaan Kuningan tersebut, simbol tamiang ini dimaknai sebagai pertahanan diri. Dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, pertahanan diri yang ampuh adalah moral dan etika serta ilmu pengetahuan. 

Dengan memiliki pertahanan seperti itu umat diharapkan mampu menghadapi kegelapan, kebodohan dan musuh-musuh yang ada dalam diri. 

Dengan mampu memerangi musuh-musuh yang bersumber dari dalam diri, maupun tekanan eksternal yang ingin merusak nilai-nilai kesucian, umat diharapkan dapat mencapai jagadhita.

Demikianlah disebutkan tamiang sebagai simbol pelindung dan lambang dari perputaran roda kehidupan ini.
***