Sarwa Prani adalah semua mahluk hidup termasuk flora dan fauna di alam semesta ini yang keberadaannya disebutkan :
- Mensyukuri atas semua ciptaan Tuhan seperti dengan melakukan upacara meprani yang bertujuan untuk memohon kesejahteraan semua mahluk (sarwa prani) dan alam semesta ini agar tercapainya keseimbangan dan alam ini menjadi semakin stabil serta suci nirmala.
- Hendaknya juga tetap dilestarikan;
Manusia telah diberikan Tuhan atas manacika yaitu berupa akal pikiran sehingga juga dapat memberikan kesempatan hidup yang lebih baik kepada sarwa prani tersebut yang juga disebutkan nantinya akan mendapatkan pahala yang utama dan sangat mulia.
Perbuatan - perbuatan dalam rangka melestarikan sarwa prani itulah juga disebutkan akan dapat melangkah semakin dekat dengan Tuhan sebagai pencipta dari segala yang ada di alam semesta ini.
Karena itu, dalam Manawa Dharmasastra V.40 disebutkan penggunaan binatang atau sarwa beburon sebagai sarana pokok upacara banten caru bertujuan untuk dapat meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.
Dan dalam melakukan panca sembah yang diawali dengan muspa puyung juga disebutkan bertujuan untuk memohon kepada Tuhan agar dapat diberikan keselamatan bagi semua makhluk ciptaanNya yang dalam mantramnya dapat diucapkan seperti berikut ini :
Om ksama swamam mahadewa, sarwa prani hitankara, mamoca sarwa papabyah, palayaswa sada siwa.
Tuhan sebagai jiwa agung Sang Hyang Tri Purusa yang menjiwai alam ini termasuk bhwah loka sebagai tempat samsara, reinkarnasi bagi jiwa - jiwa / atman manusia.
Demikianlah Atman
itu menghidupi sarva prani (mahluk) di alam semesta ini yang sebagaimana disebutkan dengan percaya adanya atman sebagai salah satu tuntunan dasar Hindu Dharma dalam Sastra Bali disebutkan.
Angusthamatrah Purusa ntaratman Sada jananam hrdaya samnivish thah Hrada mnisi manasbhikrto yaetad, viduramrtaste bhavantiâ€. (Upanisad)*/
Artinya : Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa),
- Yang paling kecil menguasai pengetahuan,
- Bersembunyi dalam hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.
- Satu yang bersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupi semuanya, yang merupakan jiwa semua mahluk, raja dari semua perbuatan pada semua mahluk, saksi yang mengetahui dan tunggal.
Demikianlah Atman merupakan
percikan-percikan kecil dari paramatman (Tuhan) yang berada di setiap
mahluk hidup.
Sejatinya sarwa prani
sebagai sarana membuat banten mempunyai tujuan yaitu untuk melestarikan
sarwa prani (fauna flora), dari hasil pelestarian itulah umat Hindu di
tanah Bali mewariskan konsep pilihan : Nista, madya, dan utama dalam
membuat banten. Kata nista dalam bahasa sansekerta berasal dari kata sta
artinya “inti sari”. Dengan demikian nista bukanlah berarti
jelek/kasar. Banten merupakan sarana sakral untuk menghadirkan upacara
upakara yadnya. Kata upacara dalam bahasa sansekerta artinya “mendekat”,
sedangkan upakara artinya “melayani”. Kata yadnya berarti persembahan
dengan ketulusiklasan untuk berkorban suci. Kita tidak dibuat ruwet
karena banten, karena ada pilihan nista, madya, utama. Dalam banten
sendiri ada nilai asih,dan punia sebagai bentuk bhakti kepadaNya. Asih
pada alam lingkungan, punia dalam bentuk pengabdian pada sesama manusia.
Itulah bentuk bhakti pada Hyang Widi.
Guna memelihara tradisi banten, mari kita upayakan bersama panca maha
bhuta dan sarwa prani untuk dilestarikan yang dipakai sarana banten.
Dari hasil pelestarian itulah kita pakai sebagai sarana membuat banten.
Bhuta yadnya namanya, dengan mengembalikan kelestarian alam dan
menghormati peningkatan pelestarian tumbuh-tumbuhan. Marilah kita
kuatkan upaya upaya melestarikan sarwa prani demi menjaga
keberlangsungan kegiatan membuat banten untuk selama-lamanya. Kita mesti
membuat program aksi guna melestarikan sarwa perani itu, seperti :
tebu, pinang, sirih, pisang khas Bali, pohon kelapa dengan berbagai
jenisnya. Semoga dengan itu kegiatan membuat banten akan tetap lestari
sepanjang zaman, sebagai media mengamalkan ajaran agama Hindu
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Dan sejatinya juga sarwa prani sebagai sarana membuat banten disebutkan pula bertujuan untuk dapat melestarikan sarwa prani (fauna flora) tersebut yang sebagaimana dijelaskan :Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Mari kita lestarikan sarwa prani demi banten (hindu) yaitu dengan mengupayakan secara bersama kelestarian panca maha bhuta dan sarwa prani tersebut.Sehingga dari hasil pelestarian itulah kita dapat gunakan sebagai sarana membuat banten seperti halnya : tebu, pinang, sirih sebagai bahan dasar porosan, pisang / biu khas Bali, pohon kelapa dengan berbagai jenisnya dll
Dan semoga dengan kegiatan membuat banten yang tetap lestari sepanjang zaman sebagai media mengamalkan ajaran agama Hindu dan melestarikan keberadaan sarwa prani ciptaan-Nya yang ada di alam semesta ini.
Sejatinya sarwa prani
sebagai sarana membuat banten mempunyai tujuan yaitu untuk melestarikan
sarwa prani (fauna flora), dari hasil pelestarian itulah umat Hindu di
tanah Bali mewariskan konsep pilihan : Nista, madya, dan utama dalam
membuat banten. Kata nista dalam bahasa sansekerta berasal dari kata sta
artinya “inti sari”. Dengan demikian nista bukanlah berarti
jelek/kasar. Banten merupakan sarana sakral untuk menghadirkan upacara
upakara yadnya. Kata upacara dalam bahasa sansekerta artinya “mendekat”,
sedangkan upakara artinya “melayani”. Kata yadnya berarti persembahan
dengan ketulusiklasan untuk berkorban suci. Kita tidak dibuat ruwet
karena banten, karena ada pilihan nista, madya, utama. Dalam banten
sendiri ada nilai asih,dan punia sebagai bentuk bhakti kepadaNya. Asih
pada alam lingkungan, punia dalam bentuk pengabdian pada sesama manusia.
Itulah bentuk bhakti pada Hyang Widi.
Guna memelihara tradisi banten, mari kita upayakan bersama panca maha
bhuta dan sarwa prani untuk dilestarikan yang dipakai sarana banten.
Dari hasil pelestarian itulah kita pakai sebagai sarana membuat banten.
Bhuta yadnya namanya, dengan mengembalikan kelestarian alam dan
menghormati peningkatan pelestarian tumbuh-tumbuhan. Marilah kita
kuatkan upaya upaya melestarikan sarwa prani demi menjaga
keberlangsungan kegiatan membuat banten untuk selama-lamanya. Kita mesti
membuat program aksi guna melestarikan sarwa perani itu, seperti :
tebu, pinang, sirih, pisang khas Bali, pohon kelapa dengan berbagai
jenisnya. Semoga dengan itu kegiatan membuat banten akan tetap lestari
sepanjang zaman, sebagai media mengamalkan ajaran agama Hindu.
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
***