Putru Pituduh Pitara

Putru Pituduh Pitara adalah sebuah lontar yang memberi petunjuk kepada roh orang yang telah di aben oleh orang yang melakukan upacara pembersihan lahir bathin dengan cara mawinten, dan dibaca di kuburan/setra sebagai tempat jasadnya yang tinggal tulang-tulangnya saja. 

Tulang-tulang tersebut disupit (dijepit) dengan penjepit yang disebut dengan sepit, terbuat dari bambu kuning (tiing gading), disusun dari tulang kepala, tangan, kaki, dan tulang-tulang lainnya seperti waktu masih hidup, ini dinamakan ngreka
Dimana atas tulang-tulang tersebut di taruh kwangen.

Kwangen-kwangen tersebut di letakkan menurut penjuru mata angin, dengan jumlah kwangen 33
buah. 

Setelah proses ngreka tulang selesai, dilanjutkan dengan membaca Putru Pituduh Pitara, sebagai berikut:
Pukulun sang déwa pitara, mangko sira pina lěpasakén
muliha sira ring swargania, aywa sira nut dalam maning něriti,
dalan kapatala òka, dalan maning érsania tutén dénira.
(1b. 1.b).
Terjemahannya sepeti yang dikutip dalam kakawin candra bairawa :
Wahai roh yang telah disucikan (dewa pitara), sekarang engkau telah lepas dari ragamu,
kembalilah engkau ke surga, jangan engkau ikuti arah Barat Daya, arah itu menuju neraka (patala), jalan ke Timur Laut yang harus engkau lalui.

Menurut pandangan umat Hindu (Bali), bahwa arah timur laut (Ersania) merupakan perpaduan antara arah Timur dan Utara. Arah Timur (Purwa) merupakan awal terbit matahari yang merupakan sumber energi kehidupan.
***