Manastapa

Manastapa artinya pikiran dalam keadaan kalut / bersedih;
  • Manas sebagai Rajendriya, yaitu raja dari semua indriya.
  • Nestapa menyebabkan dunia seakan-akan tidak ada apa-apanya, sepi adanya.

Dan apabila cara pandang serupa itu kita gunakan memandang berbagai fenomena hidup dan kehidupan, disebutkan tentu hidup kita menjadi ruwet, menimbulkan duka-nestapa, serta berbagai kondisi-kondisi pikiran negatif.

Hal inilah yang terjadi dalam pikiran kita.
Pikiran kita menjadi kotor dan suram pandangan kita sendiri.

Dalam salah satu Teologi Sosial dikatakan bahwa :
Banyak orang hidup dengan penuh penyesalan, karena hidup dalam kemiskinan. Dan ketidakseimbangan jiwa memang dapat membuat manusia tidak dapat mensyukuri dirinya sebagai manusia. 

Namun ketika manusia memiliki pengetahuan tentang kebenaran, ketika mata pengetahuan tentang jiwa telah terbuka, maka niscaya kebodohan akan lenyap dan kala itu baru muncul pengetahuan tentang hakikat kelahiran menjadi manusia yang harus disyukuri walau hidup sebagai peminta-minta. 
Sebab sungguh sulit untuk memperoleh kelahiran menjadi manusia walau kelahiran hina sekalipun. 

Sehingga kelahiran tak boleh disesali, hal ini sangat jelas diuraikan dalam sloka berikut : 
Matangnyan haywa juga wwang manastapa, an tan paribhawa, si dadi wwang ta pwa kagöngakéna ri ambék apayàpan paràmadurlabha iking si janmamanùsa ngaranya, yadyapi candalayoni tuwi. (Sàrasamuccaya 3) 

Artinya : 

‘Oleh karena itu janganlah sekali-kali bersedih hati, sekalipun hidupmu tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu, haruslah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun’ 
Sloka di atas dengan sangat jelas menguraikan bahwa tidak perlu bersedih hati jika hidup melarat atau tidak makmur (tidak kaya), tetapi sebaliknya kelahiran sebagai manusia yang harus menjadikan manusia berbesar hati. 

Manusia juga harus melihat kehidupan yang lainnya, kelahiran dan kehidupan sebagai mahluk lain; bukan sebagai manusia mengalami penderitaan yang jauh lebih besar dari manusia. 
Ibaratnya sebatang pohon tak mampu berpindah sendiri untuk menghindari panas dan dingin, seekor binatang tak mampu membela diri ketika disembelih dan dimakan dagingnya oleh manusia. 
Tetapi; manusia dapat berpikir, berkata, berbuat; membela diri serta dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta dapat memilih yang baik-baik saja. 

Oleh sebab itu kelahiran sebagai manusia yang paling melarat sekalipun harus disyukuri dan tidak boleh ada penyesalan terhadap kelahirannya apalagi sampai bunuh diri karena tidak bisa menerima kenyataan hidup. 

Untuk menghindari hal itu, maka setiap orang penting sekali membaca petunjuk-petunjuk kehidupan yang telah tertuang dalam ajar agamanya masing-masing.
***