Putung

Putung atau ceput artinya sebuah pernikahan yang tidak memiliki penerus dalam keluarga.

Seperti contoh ada seorang wanita Bali menikah dengan pria Bali yang dalam berbagi kisah nyata nyama (di group Hindu fb) diceritakan :
Astungkara mereka dikaruniai anak perempuan 3.
  • 2 sudah menikah,
  • 1 masih diasuh ibunya.
Kemudian yang laki atau suami meninggal, namun beberapa bulan setelah si laki meninggal mulailah teror psikis maupun ancaman dan kata-kata yang bersifat mengusir mengalir dari keluarga si almarhum yang bersifat rakus datang.
Akhirnya si istri bersama anak perempuannya meninggalkan rumah untuk mencari kehidupan lain ..
Tak disangka semua warisan almarhum dibagi oleh keluarga si laki dan ada kroninya perangkat desa..

Dan hal ini kerap sekali terjadi, walau pahit harus kita akui.

Dalam beberapa kutipan pemaparan dari komentar disampaikan terkait masalah ini yaitu ada 2 hal penguat posisi sang istri:
  1. Mereka masih memiliki anak yg blm menikah walopun permpuan, yg kelak bs dicarikan sentana (suami yg mau nyentana) masalah dapat / tidak itu urusan kemudian..
  2. Kalaupun anak prmpuanya yang masih tinggal satu-satunya tidak dapat suami yang mau nyentana dan harus kawin keluar dan harus maninggalkan rumah, sang istri tetap memiliki hak yang sah atas hak waris suaminya; terkecuali si istri menikah lagi dan meninggalkan segala status dan kewajibanya sebagai istri sah dari suaminya..
  3. Atau si anak perempuan kawin keluar dengan status perkawinan pada gelahang sebagai suatu terobosan untuk terhindar dari camput {putung) ini.
Dan hendaknya disebutkan bahwa perangkat desa jangan gunakan adat/dresta dipakai kambing hitam, karena pada zaman dahulu leluhur kita maha bijak; 
Mereka tidak akan pernah mewariskan sesuatu yang merugikan generasinya, masalah diatas hanyalah sebuah keserakahan oknum, dan sayangnya dari pihak perempuan tidak mempunyai pemahaman dibidang hukum adat

Kendatipun tidak paham seharusnya anda bisa bertanya atau mengadu kepada lembaga adat, bukannya menyerah dan menyalahkan adat, justru kita dibuatkan hukum adat bertujuan untuk dapat menata kehidupan agar terjaga harmonis, rukun, tentram seperti tujuan dari Tri Hita Karana dalam keluarga dan desa.

Dan hukum waris adat Bali sangat diakui di bumi Nusantara, karena sangat plexible, tidak ada generasi yang akan dirugikan.

Tapi sebagai wanita juga koreksi dirilah, jangan sauh pulang (lebih mementingkan rumah bajang) ...
Karena banyak juga fakta demikian di lapangan ... 
Dimana ibu mertuanya tidak bisa di anggap ibu sendiri ....jadi jangan hanya jadi korban.

Sekarang anda tinggal mempelajari sedikit pengetahuan tentang hukum adat Bali yang adi luhung dan memiliki keberanian untuk berbuat bila merasa ada yang merugikan.
Dan janganlah tergesa-gesa untuk menyalahkan yang diluar padahal permasalahannya adalah kurang paham diri akan tindakan hukum yang harus dilakukan, anda belum berjuang terhadap hak anda sudah minggat. 
Itu artinya anda sudah menyerah sebelum ada tindakan berjuang lantas percaya dengan "adat nak mule keto"...ini disebutkan letak kebodohannya.
***