Hal ini dilaksanakan seusai upacara papegatan maka bakal dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tak utama wajib ada, bisa diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga).
Dari rumah yang bersangkutan masyarakat bakal mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara Baleganjur (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, alias suara angklung yang terdengar tersendu-sendu.
Di perjalanan menuju kuburan jenazah ini bakal diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing.
Tidak hanya itu perputaran ini juga bermakna:
- Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga.
- Berputar 3x di perempatan (catus pata) dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat.
- Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia (alam mayapada) ini.
Demikian tambahan dalam tata cara indik ngaben sebagaimana dikutip dari artikel makna upacara ngaben di salah satu daerah di Bali, dimana upacara pakiriman ngutang ini sangat penting dilakukan sebagai sebuah ritual untuk mengirim jenazah pada kehidupan mendatang.
***