“Tabuh rah” (muncratnya darah) adalah pelepasan biomaterial dan bioenergi ke alam kosmik guna penyelarasan.
Oleh karena itu, dalam upacara mecaru kerapkali diikuti dengan “tabuh rah”.
Energi negatif (bhuta kala) yang timbul karena ketidakseimbangan, oleh sulinggih ditarik, difiksasi, dan diselaraskan dengan kekuatan mantra, yantra, sastra, mudra, bhatin, bersaranakan biomaterial dan bioenergi yang tersedia di dalam caru.
Proses ini disebut dengan “ngarad / ngundang bhuta” dan “nyomiang bhuta”, sehingga muncul energy positif.
Sifat “bhuta” berubah menjadi sifat “dewa”, sehingga ada istilah “Dewa ya bhuta ya”.
Leluhur tak sewenang-wenang memakai hewan sebagai caru.
Sebelumnya dilakukan upacara melepas prani / mepepada untuk menyucikan rohnya, agar dapat menyatu ke alam nirwana.
Jika terlahir ke dunia akan menjadi mahluk utama. Dengan demikian hukum Himsa Karma diminimalisir menjadi “Himsa Dharma”.Caru adalah cara manusia memohon kepada dewa-dewa untuk menyelaraskan kehidupan dengan alam, sebelum alam bertindak sendiri.
***