Siat Peteng

Siat Peteng adalah identik dengan adu ilmu atau semacam perang tanding pada malam hari yang dilakukan oleh para leak dengan menggunakan kekereb yang digunakan dalam dunia pangiwa dalam berbagai bentuk. 
Dimana sebelumnya antara penantang dan yang ditantang sudah berjanji akan menentukan hari dan waktu pertarungan. 
Lazimnya waktu yang dipilih, yakni pemagpag kajeng keliwon atau malam hari sebelum kajeng keliwon. “Tempat yang dipilih biasanya penguluning setra atau tempat yang berada diantara campuan sungai dan sawah yang ada temukuan aya (tiga aliran air ke petak sawah).
Sebab di tempat itulah, pintu antara sekala dan niskala terhubungan sehingga pelaku pengiwan dapat mengkoneksikan ilmu mereka hingga sampai titik puncak,” imbuh ilmuwan muda yang juga undagi Barong-Rangda asal Kulungkung tersebut.
Dalam hal ini, siat peteng tidak sama dengan perang tanding yang dapat disaksikan dengan mata telanjang, atau diadakan seperti adu ilmu kanuragan semacam ilmu bela diri.Dalam siat peteng ada hal-hal yang tidak bisa dimengerti dengan akal sehat, namun lebih menekankan pada kemampuan “spritual” dari kalangan tertentu. 
Lalu dapatkah siat peteng dibuktikan secara nyata, 
Penulis mencoba mengadakan pendekatan dan ngobrol-ngobrol dengan mereka yang mengetahui “fenomena” ini termasuk juga dari mereka yang pernah melakukan siat peteng seperti halnya keterangan pengeleakan yang didapat dari Jro Nyoman Alit yang sebagaimana ditanyakan : 
Siapa saja yang melakukan siat peteng?
Siat peteng dapat dilakukan oleh mereka yang mempelajari ilmu kebatinan dan juga oleh mereka yang “melik” yang karena kelahirannya atau karmanya. 
Dan konon orang yang melik bisa tanpa disadari bisa melakukan siat peteng tanpa mereka belajar ilmu kebatinan. 
Contoh seperti ini ada banyak dimasyarakat , Hal ini dialami oleh Paman saya, dimana suatu malam dia bermimpi mengadu ilmu atau siat peteng dgn sesorang disuatu arena yang dia tidak tahu tempat itu ada dimana, dalam siat tersebut paman saya menang dan dapat membunuh lawannya, namun dia kena pukul dikepalanya sampai luka parah. 
Dan semenjak itu paman saya mengidap sakit kepala dan tidak bisa sembuh, walau sudah berobat di dokter. Sakit ini dia bawa sampai meninggal.
Dalam siat peteng, pesertanya sangat menjunjung aturan permainan, dan bahkan musuh yang dikalahkan sampai mati, dalam dunia nyata mereka meninggal si pemenang sampai melayat dan mendoakan agar musuh yang telah dibunuh tersebut mendapat tempat yang layak sesuai karmanya.
Dan dalam siat peteng ini, juga ada wasit, dan ada dokter, wasit ini mengatur dan mengawasi siat agar tidak ada kecurangan, serta dokter ini menjadi tim medis yang memberikan pertolongan bila peserta mengalami luka-luka.
Lalu bagaimana kalau mengalami kekalahan apakah bisa minta tempo agar tidak mati seketika…???
ternyata bila mengalami kekalahan peserta bisa minta tempo, contohnya menunggu bila anaknya paling kecil sudah dewasa, atau bila membangun rumah permanen.
Dan penulis pernah ngobrol dgn orang yang melakoni siat peteng, dan kalah lalu minta tempo sampai anaknya yang paling kecil menikah. Dia bercerita bila anaknya yang paling kecil sudah menikah, maka dia akan mati..dan benar 3 hari setelah anaknya yang paling kecil menikah dia meninggal dunia
***