Kunjarakarna Dharmakatana merupakan ajaran suci bagi pendosa berat sebagai ilmu kebatinan dalam usaha manusia untuk dapat mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
Salah satu kitab Jawa kuno yang membahas dan merinci ngerinya keadaan neraka.
Hidup adalah penderitaan, begitu ajaran kebatinan lakon itu diawali.
Manusia di bumi memang bisa berbuat sesukanya. Namun kelak di akhirat akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ngunduh wohing pakarti (suka tidak suka, menerima risiko atas segala perbuatannya), sebuah konsep sederhana yang sudah lama ada, bahkan jadi sistem tersendiri sebagai kendali perilaku manusia leluhur kala lampau, menunjukkan hal itu.
Menurut Kitab Kunjarakarna, disebutkan ada 2 kelompok kejahatan yang menyebabkan sukma manusia masuk neraka dan disiksa yaitu :
- Anidya paradrwya misalnya, dilakukan oleh mereka semasa di dunia yang selalu dipenuhi nafsu untuk memiliki harta yang bukan miliknya.
- Anidra parawadha atau paradara, yakni dilakoni orang yang jiwanya dikuasai nafsu seksual, dalam artian gemar mengganggu, mengajak serong dara, istri, atau suami orang lain.
- Neraka Tapana | ruang tertutup berbau amis bercampur sengak oleh uap yang menyembur dari ketel panas.
- Neraka Raurawa | tangis dan jeritan panjang yang khusus digunakan buat manusia pengobral janji, berkata kasar, atau besar mulut dan terutama pembohong.
- Neraka Awici. diperuntukan buat manusia yang berani kepada orang tua, membunuh guru, dan menghina agama.
Dalam lakon Kunjarakarna berbentuk prosa, lengkap sekali dilukiskan neraka sebagai tempat setan-setan gentayangan mengerikan, gelap penuh penderitaan yang tiada bandingannya.
Neraka yang disebut petrabhawana (jagat arwah), katanya mirip lautan manusia yang dikelilingi tanggul api membara.
Di sini ribuan roh jahat disiksa dengan berbagai senjata maut, dari rantai besi sampai gada api sebesar pohon pinang.
Ada yang diborgol tangan dan kakinya, ada yang disumbat timah panas mulutnya, ada yang cuma disayat pisau kulitnya.
Tapi ada juga yang dijepit catut lehernya. Semua tergantung besar-kecilnya dosa yang diperbuatnya.
Sementara ratap tangis memilukan bagai kumbang kesakitan, datanglah sisantama, burung raksasa berkepala setan yang galak menyeruak, melumat ribuan pendosa sekaligus hancur luluh dengan cakarnya.
Tapi para pendosa itu tak mati, meski secara fisik sudah. Malah katanya, dengan tubuh lemah sempoyongan banyak di antara mereka malang-melintang berlari saling mendahului, saling berpegang pundak, ada yang terjatuh dan terinjak-injak.
Ada juga serigala berkepala hantu, tiba-tiba muncul mengejar mereka. Yang tertangkap dikoyak-koyak tubuhnya, hingga menyembul isi perutnya.
Sementara dari arah berbeda, muncul raksasa berkepala dan bertangan api, terus memburu. Yang tertangkap bakal hangus, meringis mulutnya, melotot matanya, menangis, dan mengaduh, menggelepar kesakitan karena napas tersengal mendekati ajal. Tapi sekali lagi, mereka tak mati..
Begitulah gambaran keadaan neraka dalam Kitab Kunjarakarna yang diciptakan empat belas abad silam bagi sang pendosa sebagaimana diberitakan Bali.TribunNews dalam usaha manusia mencapai untuk dapat mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat kelak.
***