Samaya Dharma adalah nilai nilai etika yang perlu ditempuh seseorang untuk dapat menyesuaikan hidupnya agar selaras dengan masyarakat sekitarnya, seperti :
- Ahimsa (non kekerasan).
- Satya (berkata benar & memenuhi perkataannya).
- Asteya (tidak mencuri & korupsi atau tanpa memandang betapa sakit dan sengsaranya hati orang lain).
- Daya (kasih sayang sesama hidup).
- Titiksa (sabar; "Tidak suka marah dan orang sabar akan dikasihi Tuhan", Akrodha).
- Vinaya (rendah hati).
- Indriyanigraha (pengendalian indriya).
- Santi (menjaga pikiran damai).
- Bhakti (pemujaan kepada Tuhan).
Sembilan butir ini yang perlu digarap sebagai jalan yang sebagaimana disebutkan untuk dapat kembali ke Hindu yang dapat dilakukan melalui pengolahan hati dan pikiran untuk mencapai tujuan utama yaitu Moksha (manunggaling Kawula Gusti = bersatunya Atman dengan Brahman).
Dengan demikian seperti halnya Hindu Jawa yang telah memilih Jnana Yoga yaitu untuk dapat mewujudkan Tuhan didalam kesadaran batinnya dan meningkatkan kemampuan untuk membedakan yang nyata dengan yang maya, yang abadi dengan yang berubah ubah, yang benar dengan yang salah (sudah berwatak wiweka).
Perjalanan hidup untuk menuju Moksha, digambarkan didalam Bhagavad Gita (6.34) sebagai perjalanan kereta berkuda dimana :
Sang Atman ibarat penumpang, badan ibarat kereta, kecerdasan sebagai kusir, pikiran sebagai tali kendali dan panca indera sebagai kelima kuda.
Jadi jelas sekali, apakah perjalanan mencapai tujuan atau tidak tergantung dari pada kemampuan kusir. Apabila kusir patuh dan selalu mendengarkan petunjuk dari Sang Atman (mendengarkan suara hati nurani) maka dengan dapat mengendalikan nafsu akan sampai pada tujuan yaitu Moksha.
Tetapi apabila kusir tidak patuh pada penumpang artinya tidak mendengarkan suara hati nurani, tetapi menuruti saja apa kemauan kuda kuda (nafsu nafsu) yang cenderung liar tak terkendali (menuju kepada pemuasan nafsu),
- Maka tidak akan sampai pada tujuan utama melainkan sampai pada segala macam kerusakan.
- Sehingga dari itu pentingnya kecerdasan & menghindari kebodohan (sebagaimana berkali kali diingatkan diatas), karena kebodohan (yang selalu kalah oleh pancaindera & nafsu nafsu) tidak akan mencapai Moksha.
Dan selanjutnya sebagai tambahan yaitu dengan adanya Satya Semaya yang telah dimiliki untuk dapat ditujukan kepada Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa disebutkan pula bahwa :
Dengan penggunaan canang sari hendaknya juga disebutkan penataan bunga hendaknya juga diatur dengan etika dan tattwa yang sesuai dengan pengider-ider (tempat) Panca Dewata yang dilambangkan menyelubungi dan meresap ke seluruh ciptaanNya.
***