Maka dari itu ajaran Sanātana Dharma memberikan penekananan penting pada puasa karena ia merupakan dasar penting dari ajaran Veda.Pepatah mengatakan "Anda adalah apa yang anda makan", you are what you eat. Orang akan dibentuk menjadi apa dan bagaimana oleh makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya sebab makanan itulah yang akan menjadi apa dan bagaimana orangnya.
Upavāsa berasal dari akar upa dan vasa; Upa artinya dekat, dan vasa artinya tinggal.Upavāsa artinya praktik pengendalian diri dalam segala hal, khususnya pengendalian indria-indria dalam segala hal agar tidak tertlalu bebas bersentuhan dengan objek-objek indria, agar orang bisa datang mendekat pada Tuhan. Upavāsa yang dalam bahasa Indonesia menjadi puasa dikenal sebagai pengendalian diri terhadap makanan dan minuman.
Dan dalam Hindu Dharma disebutkan kendalikan nafsu untuk mencapai kebijaksanaan (ref).
Jika kita ingin menyalakan pelita, kita hendaknya memerlukan minyak, sumbu dan wadahnya. Dan begitu pula ketika kita menginginkan lampu kebijaksanaan perlu adanya ketidakterikatan dan pengabdian, dan pengendalian terhadap indria.
Karena ketidakterikatan ibarat tempat atau wadah minyak, pengendalian indria ibarat sumbu, setelah itu baru bisa dinyalakan api atau sinar kebijaksanaan.
Tentu tidak semua orang mampu mengendalikan atau melakukan pengendalian hawa nafsu atau indrianya secara ketat.
Namun kita semua yakin bahwa sumber kenikmatan, kesenangan itu semua semata-mata indria atau objek. Tetapi bagi para pendeta, yogi, Petapa hal itu ialah pusat kebahagiaan sejati adalah kesadaran terhadap jiwa atau Atma. Kesenangan duniawi adalah maya atau ilusi belaka atau palsu kata Yogi dari kitab suci.
Ibarat seorang bayi yg lugu suka mengisap jempolnya, dan menelan ludahnya.
Ia merasa senang dan mengira bahwa jempolnya akan mengeluarkan susu, namun kenyataannya tidak, yg keluar hanyalah air ludah yg keluar dari mulutnya sendiri, bukan dari jempolnya.
Begitulah pula orang yg diliputi ketidaktahuan mengira bahwa ia mengira mendapat kesenangan dari objek indria.
Padahal kesenangan sejati ada dalam diri kita semua. Dalam wujud bathin dengan cara mengendalikan diri lewat Yoga Jnana.
Jika objek indria memberikan kesenangan, semestinya semua orang menyukainya namun kenyataannya tidak semua orang menyenangi objek yg sama. Itu berarti kesenangan seseorang tidak sama dengan orang lain terhadap objek yg sama.
Dan bila cinta yg murni dan sejati itu dinodai oleh kesadaran badan maka terjadilah keterikatan akhirnya terjadi pula sikap mementingkan diri sendiri.
Hal ini pasti menimbulkan penderitaan dalam kehidupan ini. Badan tidak kekal, kematian sudah pasti bagi setiap orang, walaupun orang hidup 100 tahun suatu saat ia pasti menghadapi kematian.
Sehingga dikatakan bahwa :
Berbuatlah baik sesuai ajaran dharma.
Karena pada dasarnya orang selalu menginginkan kesenangan tidak satupun umat manusia menginginkan kesedihan maka dari itu kendalikanlah nafsu untuk mencapai kebijaksanaan rohani.
***