Beras

Beras (sebagai sarana persembahyangan maupun tetandingan banten) adalah lambang/nyasa Sang Hyang Ātma, yang menjadikan badan ini bisa hidup.
Dimana dalam bahasa Balinya, beras disebut dengan kata baas.
Dan adapun warna-warni beras sebagaimana disucikan melalui upacara ngingsah disebutkan diantaranya sebagai berikut :
  • Beras [putih]
  • Ketan [kuning],
  • Beras merah dan
  • Injin [hitam]
Dalam sarana persembahyangan, beras/wija yang berwarna putih sebagai lambang kesucian benih, dalam setiap insan/kehidupan diawali oleh benih yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berwujud Ātma.
Ceper sebagai lambang/nyasa angga-sarira/badan tiadalah gunanya tanpa kehadiran Sang Hyang Ātma .
Tak ubahnya bagaikan benda mati, yang hanya menunggu kehancurannya.
Maka dari itulah di atas sebuah ceper juga diisi dengan beras, sebagai lambang/nyasa Sang Hyang Ātma.
Karena hidup kita di belenggu oleh Citta dan Klesa,
Ātma menimbulkan terjadinya Citta Angga- atau sthula sarira (badan kasar) menimbulkan terjadinya klesa.
Rintangan dalam mencapai tujuan hidup tersebut dalam Panca Klesa juga disebutkan sebaiknya orang maju di dalam spiritualitas sehingga sukshma sarira-nya menjadi lembut, cerah dan berpendar.

Beras yang diayomi Sanghyang Trimerta pada saat hari raya Soma Ribek juga disebutkan pemujaanya dilaksanakan di lumbungnya.
***