Anusasana Parwa

Anusasana Parwa adalah kitab ke 13 dari Parwa epos Mahabharata yang berisikan kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma untuk menerima ajarannya yang diceritakan harunjaya33 dalam Anusasanaparwa ini yaitu sebagai berikut :
  • Bhisma mengajarkan tentang ajaran dharma, artha, aturan / sasana tentang berbagai upacara, kewajiban seorang raja, dan sebagainya. 
  • Akhirnya, Bhisma pun meninggal dunia dengan tenang.
Hendaknya kita sebagai orang tua nantinya harus mampu memberikan pencerahan-pencerahan kepada orang lain agar nantinya orang yang yang kita tinggalkan dapat dituntun dan mampu mencari jalan kebenarannya sendiri.
Krisna juga menjelaskan 'Shiva Sahasranama' kepada Yudistira (Dharmaraja/Dharmawangsa) dan juga memberitahunya bagaimana dia mendapatkan Jnana Advaita tertinggi (nondual pengetahuan) dari Dewa Siwa. Itu juga dijelaskan Sri khrisna, pemuja terbesar Dewa Siwa dalam Anushasan Parva dari Mahabarata ini.

Dalam Sinopsis dari Anusasana Paarwa ini diceritakan sebagai berikut :.

Pada waktu matahari telah mencapai titik balik lintang selatan dan milai menggeser ke utara (utarayana) Krishna menyarankan agar Pandawa segera menghadap kakek Bhisma karena ia akan segera meninggalkan jasad kasarnya. 
Ditemani oleh Krishna para Pandawapun mengunjungi Bhisma. Stelah kakek Bhisma terlihat dari kejauhan, Krishna dan Pandawa turun dari kereta lalu berjalan kaki mendekati tempat kakek Bhisma terbaring. 
Setelah memberikan salam, terjadilah dialog antara Krishna dan Bhisma serta menjawab semua pertanyaan Yudistira.
Setelah semua yang hadir merasa puas. Semua secara bersama – sama lalu menyanyikan pujian – pujian untuk memuliakan Bhisma. 
Sementara para hadirin menyanyikan pujian – pujian, Bhisma mulai mengatur nafasnya (pranayama) dan memusatkan pikirannya kepada Hyang Tunggal. 
Tiada berapa lama atma Bhisma pun meninggalkan badan kasarnya diiringi oleh nyanyian surgawi dan hujan bunga yang harum semerbak.
Setelah Yudistira menyadari bahwa jasad Bhisma telah ditinggalkan oleh atmanya, ia lalu bertanya kepada Krishna, 
“ Apakah akan kita bawa jasad beliau ke Hastinya dan kita sempurnakan disana?” 
Krishna lalu menjawab : 
“ Oh jangan. Beliau akan lebih senang disempurnakan di tempat ini dan panah – panah itupun jangan di cabut.”
Demikianlah, atas saran Krishna, jenazah Bhagawan Bhisma diperabukan di tempat ia dirobohkan dengan disaksikan oleh seluruh keluarga istana serta beribu – ribu rakyat Hastina yang mencintainya. Setelah itu, abunya dihanyutkan ke Sungai Gangga.
***