Tradisi Ngurek

Tradisi Ngurek | berasal dari kata urek yang berarti lobangi atau tusuk, jadi Ngurek dapat diartikan berusaha melobangi atau menusuk bagian tubuh sendiri dengan keris, tombak atau alat lainnya saat berada dalam kondisi kerasukan saat kerahuan berlangsung namun sedikitpun yang melakukannya tak terluka.

Karena Ngurek dilakukan dalam kondisi kerasukan atau diluar kesadaran,
maka roh lain yang masuk ketubuh akan memberi kekuatan, sehingga orang yang melakukan Ngurek ini menjadi kebal, dan ini merupakan suatu keunikan sekaligus misteri yang sulit dijelaskan.
Untuk mencapai klimaks kerasukan, sebagaimana dijelaskan mereka harus melakukan beberapa tahapan prosesi ritual. 

Tahapan-tahapan tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga  yang terdiri dari:
  1. Nusdus | merangsang para pelaku ngurek dengan asap yang beraroma harum menyengat agar segera kerasukan.
  2. Masolah | tahap menari dengan iringan lagu-lagu dan koor kecak atau bunyi-bunyian gamelan.
  3. Ngaluwur berarti mengembalikan pelaku ngurek pada jati dirinya
Suatu contoh dalam pementasan Calonarang, ngurek ini biasanya dilakukan di luar kompleks pura utama.

Sebelum Ngurek dilakukan, biasanya Barong dan Rangda serta para pepatih yang kerasukan itu keluar dari dalam kompleks pura utama dan mengelilingi wantilan pura sebanyak 3 kali. Saat melakukan hal itulah, para pepatih mengalami titik kulminasi spiritual tertinggi yang dalam keyakinan di Bali disebutkan bahwa :

Apa pun yang kita lakukan dengan pasrah,
berserah diri, bhakti  dan ihklas kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa),
maka akan mendapat anugrah dan karunia.
***