Mesiwa Raga (Me-Siwa Raga) adalah menggunakan tirta dari usaha sendiri memohon kepada Bhatara Siwa sebagaimana disebutkan dalam perbedaan konsep Hindu Dalem Waturenggong dengan Hindu Putih Mayong yang memohon tirta menggunakan tetua (Jero Mangku) di Sanggah Pamerajan, yaitu di palinggih ‘Siwa’.
Namun ketika Dalem Waturenggong berkuasa di Bali, Danghyang Nirarta dipercaya menjadi
Purohita maka beliau mengangkat 5 putranya menjadi Pedanda dan umat disarankan Me-Siwa kepada mereka, disini peran para Mpu keturunan Sapta Rsi / Pandita dan Bujangga Wesnawa dialihkan kepada Danghyang Nirarta sebagaimana dituturkan oleh damuhantara dalam artikel blog mengenal "pelinggih", namun
secara informal peran Dukuh dan Bujangga tetap ada.
Me-Siwa-Raga kepada para pandita atau wiku dari leluhur yang telah memiliki kemampuan kedyatmikan dengan pengetahuan jnana marga yang cukup dalam konteks Pura Kawitan sebagai ‘Siwa-Kawitan dalam stiti dharma online disebutkan Me-Siwa-Raga ini di sebabkan :
- Karena dahulu leluhurnya tidak nuur Pedanda / Wiku di saat melaksanakan upacara, karena sudah ngelinggihang Bhatara Siwa di Kawitan. Makanya disebut juga pura Kawitan itu sebagai ‘Siwa-Kawitan’.
- Leluhurnya demikian karena memang mempunyai kemampuan dan kesucian sebagai seorang Wiku. Namun jika kini tidak ada penglingsir yang demikian, sebaiknya nuur Wiku dalam muput upacara, namun tetap nunas tirta di Siwa Kawitan.
***