Pedagang

Pada zaman dahulu, masyarakat Bali juga mengandalkan sektor perdagangan untuk dapat melayani keinginan dari seluruh pembelinya.
Dimana dalam sosial kemasyarakatan pada masa itu para pedagang dikelompokan kedalam golongan waisya dalam bidang perputaran perekonomian di Bali. 
Di masa Bali Kuno, berdasarkan jenis kelamin para pedagang dibagi atas :
  • Pedagang laki-laki yang disebut wanigrama; serta 
  • Pedagang perempuan yang disebut sebagai wanigrami.
Saat itu, mereka mampu melakukan kegiatan berdagang hingga antar pulau. Hal tersebut dalam kerajaan Bali sebagaimana dikatakan oleh yuksinau tertera dalam sebuah prasasti yang bernama Prasasti Banwa Bharu.

Dalam sebuah penelitian, Pasar Pada Masa Bali Kuno Abad IX-Xi Masehi (Kajian Epigrafi) disebutkan bahwa :
Ketika itu pasar yag dalam istilah Balinya disebut dengan peken merupakan tempat berinteraksi antara penjual dan pembeli dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pasar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat saat itu.
Pedagang-pedagang keliling juga disebut dengan istilah tãnja atau manghalu.

Alat tukar yang digunakan berupa uang logam, yang terbuat dari emas, perak, dan besi. Satuan mata uang yang ada dalam masyarakat Bali Kuno antara lain, mãsu (mas suwarna), mã (macaka), ku (kupang), pi (piling), sã (saga), dan perak. 
Selain mata uang lokal, mata uang Cina yang berupa uang kepeng  juga mempunyai peranan yangpenting sebagai alat tukar dalam masyarakat Bali Kuno.
Sebagai tambahan agar segala hasil yang diterima mesari disebutkan pula :
  • Dalam pembagian Pura Swagina, bagi mereka yang mernpunyai profesi sebagai pedagang dan ikatan kekaryaan karena mernpunyai profesi yang sama, yaitu sebagai pedagang, menyebabkan adanya pemujaan dalam wujud pura yang disebut Pura Melanting untuk menghormati Bhatari Melanting, dan umumnya pura ini didirikan di dalam suatu pasar yang dipuja oleh para pedagang dalam lingkungan pasar tersebut.
  • Dalam kitab Siwa Purana dinyatakan bahwa seorang pedagang harus menyedekahkan hasil usahanya 6% kepada orang miskin sebelum ia menikmati hasilnya.
 ***