Namun karena perkembangan jaman, dewasa ini telah berhasil disuratkan awig-awig tersebut sebagai pedoman bagi pengurus Desa adat dalam melaksanakan kewajibannya maupun bagi warga, dan di dalam awig-awig tersebut kita jumpai sanksi-sanksi adat bagi warga desa yang melanggarnya.
Di dalam awig-awig desa ini dapat dilihat perbuatan atau tindakan yang dilarang serta sanksi-sanksinya baik sanksi itu dijatuhkan kepada warga atau keluarganya atau dibebankan kepada masyarakat desa sendiri.
(I Made Widnyana, 199: 5).
Disebutkan pula, bahwa pada saat jaman Raja Dalem Waturenggong, dimana awig - awig dibuat oleh Danghyang Nirarta yang dijuluki pula sebagai Pedanda Sakti Wawu Rawuh, ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik.
(I Made Widnyana, 199: 5).
Disebutkan pula, bahwa pada saat jaman Raja Dalem Waturenggong, dimana awig - awig dibuat oleh Danghyang Nirarta yang dijuluki pula sebagai Pedanda Sakti Wawu Rawuh, ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik.
Dan sebagai tambahan juga dibeutkan yaitu :,
- Dalam suatu kutipan dari forum diskusi jaringan hindu nusantara (ref), disarankan bahwa harus juga dibuat semacam awig-2 bebantenan (tetandingan banten) desa yg dibuat oleh para sarati banten desa tersebut agar ada pedoman pokoknya dalam membuat banten sederhana menurut desa tersebut seperti apa ?, bila perlu disesuaikan dgn kemampuan warganya.
- Undang - undang desa diperlukan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Ajegang awig-awig desane untuk Ajeg Bali yang kokoh, teratur, tegak, stagnan dan mantap dalam mempertahankan identitas etnik Bali.
- Dalam sistem peradilan Bali Kuno, untuk dapat memutuskan perkara – perkara biasanya ditangani atau diambil alih langsung oleh para tetua desa dan orang – orang yang dianggap tau tentang hukum adat atau kebiasaan – kebiasaan setempat yang bersumber pada ajaran – ajaran agama.