Tarka adalah sebuah kemampuan untuk dapat merasakan kebahagiaan dan ketentraman dalam semadhi yaitu sebagai bagian dari asta siddhi yang nantinya juga berguna dalam hal menganalisis sesuatu.
Dimana dalam penunggalan Sang Hyang Siwa Adnyana dengan Sapta Buddha yang dalam Lontar Tutur Siwa Banda Sakoti disebutkan bahwa :"Pengendalian badan, pikiran, tarka serta samadi tersebut dalam hal pemusatan atau kumpulan pikiran yang ditujukan pada suatu objek tertentu juga sebagai tahap tertinggi di dalam tangga kerohanian".
‘Tarka’ sebagai kemampuan untuk menganalisis sesuatu dan tidak mempertentangan susastra Veda (Vedaśāstra) dengan ajaran sucinya juga merupakan ajaran dharma yang diajarkan oleh para ṛṣi, yang akan menguasai dharma, tidak yang lain”.
Lebih jauh di dalam kitab yang sama (IV.175-176) juga dinyatakan:
“Oleh karena itu seseorang hendaknya selalu bergembira melaksanakan kebenaraan, taat kepada ajaran suci (Veda), bertingkah laku terpuji, sebagai orang yang mulia, selalu suci hati……"
Suatu perbuatan yang bila pada akhirnya tidak memberikan kebahagiaan dan sangat dikutuk di dunia ini (lokavikruṣṭha) bukanlah Dharma dan harus ditinggalkan” seperti disebutkan setan, dosa dan kutukan dalam Perspektif Hindu.
Karena disebutkan pula bahwa :
- Setan sebagai pengganggu keharmonisan atau ketentraman di dunia ini yang tingkatannya lebih rendah dari Bhutakala, oleh karena itu harus diusir dengan doa-doa yang berseranakan jimat dengan salah satunya Japa Mantra Gaib Ganesha.
- Perbuatan dosa akan berakibat kesengsaraan berkepanjangan di sapta petala, alam neraka sehingga manusia hendaknya senantiasa memikirkan dalam-dalam agar jangan berbuat untuk melemahkan dirinya dengan berbuat dosa yang menjauhkan hidup ini dari hidup bahagia apalagi sorga.
- Dalam lontar, babad dll biasanya sebuah kutukan akan menjadi kisah yang menarik,
- Untuk selalu diingat oleh setiap umat manusia agar dapat menghindari hal-hal yang menjadi sebab dan akibat dari kutukan tersebut sehingga sampai kinipun menjadi pedoman atau larangan-larangan yang patut dihindari dalam menjalani kehidupan ini menjadi lebih baik.
- Sehingga pemeluk agama Hindu selalu dianjurkan berbuat dalam pertimbangan sifat satwika di dalam aspek kehidupannya sesuai hukum karmaphala, sehingga praktek penebusan dosa (Beichte) tidak dilakukan dengan berbarter dengan Tuhan tetapi dilakukan dengan menguasai ajaran rohani guna menyeberangi lautan dosa tersebut.
***