Bahkan di Bali disebutkan ilmu perbintangan ini masih sering dipakai, terutama dalam menentukan hari raya, masa tanam, ramalan kelahiran dan lainnya.
Pada zaman dahulu, “Penentuan posisi bintang dilakukan oleh para Maharsi dengan melakukan pengamatan dan perhitungan, untuk menghasilkan waktu, kapan sesuatu terjadi.
“Dalam Weda yang menganut Heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya), bukan geosentris (bumi sebagai pusat tata surya), seperti termuat dalam kitab Sama Weda 121. Matahari tidak pernah terbenam ataupun terbit, sebab bumi yang berotasi,” jelas I Wayan Redi.
I Wayan juga menjelaskan bahwa zaman dahulu para Maharsi bisa memprediksi hadirnya kehancuran, bencana, hadirnya raja baru, dan lain sebagainya.
I Wayan juga menjelaskan bahwa zaman dahulu para Maharsi bisa memprediksi hadirnya kehancuran, bencana, hadirnya raja baru, dan lain sebagainya.
Penerapannya di Indonesia belum begitu banyak, namun di Bali sudah ada pada Ilmu Wariga yang dikenal secara umum.
“Perkembangan Wariga di Bali mirip dengan Jyotisha. Bisa dilihat, ada Wariga untuk pertanian, jodoh, kelahiran, Pedewasan, dan lain sebagainya,” tutup I Wayan Redi.
***