Ulam Agung adalah ikan besar yang keramat dalam bahasa Balinya.
Seperti halnya Matsya Awatara dalam kisahnya jaman dahulu yang berwujud sebagai ikan raksasa pada saat jaman satwa air untuk menyelamatkan bumi ini dari air bah
Pura yang terletak sekitar 12 kilometer dari Pelabuhan Kapal Roro Kutampi, atau empat kilometer dari Pura Goa Giri Putri ke timur. Awalnya, keberadaannya sudah ada sejak dulu kala, tepatnya di Tanjung Semaya.
Pemangku setempat mengatakan tahun 2000 pernah dilakukan melaspas dan ngenteg linggih. Pascakarya tersebut, warga Nusa Penida digegerkan dengan munculnya ulam agung berukuran sekitar panjang enam meter dan lebar empat meter, terdampar di Pura Dalem Ped.
Dalam kondisi mati, ikan besar itu makin menimbulkan bau busuk menyengat. Warga sekitar dikatakan berupaya menghayutkannya ke tengah laut. Bangkainya terseret arus ke arah timur dan menepi di sekitar Pura Batu Mas Kuning. Warga sekitar juga tak tahan dengan bau busuknya. Sehingga, juga berupaya menghayutkannya ke tengah laut.
Terlebih pada saat itu masyarakat kami sedang melaksanakan upacara melasti.
Bahkan, untuk menghayutkan bangkainya ke tengah laut, warga yang berani diberi hadiah berupa leluputan ngayah.
Upaya menyingkirkan bangkainya berhasil. Ikan itu kembali terbawa arus menuju ke arah timur sejauh satu kilometer, dan terdampar di Pura Dalem Banjar Semaya. Karena tidak mengganggu, bangkainya dibiarkan warga terdampar di pantai sampai beberapa bulan.
Namun, bangkainya kembali terbawa arus menuju pantai dekat Pura Batu Mas Kuning. Karena bau busuknya mulai berkurang, warga membiarkannya. Tetapi, tiba-tiba budi daya rumput laut setempat, yang menjadi mata pencaharian rumput laut mati total hampir setahun.
Akibatnya, warga dibuat kelimpungan dan bertanya-tanya. Apakah ada hubungannya dengan bangkai tersebut?
Di tengah kebingungan itu, beberapa warga mengaku bermimpi hal yang sama. Seperti pengakuan warga I Made Luti dan beberapa perempuan lainnya, dalam mimpinya dikatakan ada orangtua berpakaian putih, mengaku sebagai Mangku Segara yang ingin diaben.
Mimpi ini disampaikan ke masyarakat lain dan menyebar dari mulut ke mulut hingga dibahas dalam paruman di desa.
Saat itu terjadi perdebatan bahwa ikan tidak layak diaben, sehingga saya diberikan mandat, menanyakannya kepada leluhur melalui proses tenung.Rupanya, terungkap, kalau ikan besar yang terdampar di Nusa Penida itu Ida Batara Sanghyang Baruna, Manunggal ring Sanghyang Tiga Sakti (Tri Murti).
Dan hasil tenung itu diperkuat dengan sejumlah warga banjar lain, yang sempat kerauhan. Sejak saat itu, warga berbondong-bondong ke tempat ulam agung itu.
Warga juga akhirnya membuatkan palinggih darurat. Banyak orang kerauhan, banyak pula yang sakit jadi sembuh karena tirta dari palinggih di sana, sehingga makin banyak pamedek yang tangkil (maturan).
Seiring dengan pembangunan pura, pamedek yang datang juga makin banyak untuk berobat, sembahyang, hingga mengharapkan anugrah berupa paica batu keris dan benda gaib lainnya.
Tahun 2002, diadakan karya agung di tengah laut dengan tari Rejang di tengah laut, tari Jangkang dan pakelem agung serta upacara lainnya dengan menggunakan kapal tanker Gubernur Bali saat itu, Dewa Beratha. Dewa Beratha juga hadir saat karya agung tersebut.
Sekarang, Pura Batu Mas Kuning juga disebut Pura Payogan Batara Baruna Manunggal ring Sanghyang Tiga Sakti dengan empat kompleks pura.
Awalnya berupa Pura Puseh dan Segara, bertambah dengan Pura Payogan Batara Sanghyang Tiga Sakti serta Pura Taman.
Demikian diceritakan dalam salah satu kutipan artikel Group Hindu/fb perihal keberadaan ulam agung keramat yang pernah terdampar di seputaran pulau nusa penida Bali ini.
***