Terlihat seorang undagi sedang memahat hidung tapakan. |
Dimana kata hidung dalam bahasa Bali sehari-harinya (wreastra) disebut dengan "Cunguh";
atau "Hirung" dalam bahasa Bali halusnya;Hidung sebagai alat penciuman dalam bait 12 pesan Dang Hyang Nirartha sebagaimana disebutkan :
Nanging da pati adekin, mangulah maan madiman, patutang jua agrasayang, apang bisa jwa ningkahang, gunan bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne patut jwa ucapang.
Terjemahan :Seperti juga tersirat dalam inspirasi ajaran dharma;
Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baiklah caranya merasakan, agar bisa melaksanakannya.
Bulir embun jatuh di ujung hidung...
Bibirpun tersenyum rasakan teduh...Lahir untuk patuh kepada Hyang Agung...
Hadir penuh kagum tepiskan keluh...
Buang semua jerat-kelekatan....Syukurilah apa yang menjadi takdir yang telah dipilih...
Di sana bukan keutamaan, melainkan kesia-siaan...
Jauhkan diri dari sumbang-kepalsuan...
Yang hanya membawa pada kebodohan dan kegelapan...
Bukankah hidup adalah tanggung jawab kewajiban?
Kewajiban melaksanakan nilai-nilai kebajikan...
Salah~benar dalam rwa bhineda hanya masalah kemurnian-hati...
Saat hati selalu terjaga bersih, ia akan menuntun...
Ketika rusak-hati merajai, ia pun menjadi racun...
Menegaskan-laku, hargai diri dengan kewaspadaan...
Bilamana sadar, kejujuran pasti menenteramkan...Seperti cemara melukiskan kisah,
Bilamana sabar, keikhlasan pasti mendamaikan...