Apah

Apah adalah unsur cair sebagai bagian dari panca maha bhuta yaitu sebagai salah satu elemen atau zat dasar yang membentuk lapisan alam ini dan mahluk hidup.

Dalam kekuatan yang memiliki sifat Bhuta Dewa dimana disebutkan unsur apah ini juga Bermafestasi sebagai Ratu Anglurah Made Jalalung yang berkuasa sebagai sedahan tumbuh-tumbuhan dan pohon besar yang angker.
Dan Beliau juga menjadi pepatih di Merajan dan beristana pada bangunan tugu Merajan atau Pura.

Dalam catatan Bali Esoteris berkaitan dengan panca maha bhuta disebutkan juga bahwa apah adalah kebalikan dari pertiwi yaitu :
Segala sesuatu yang lentur, mengalir, fleksibel, luwes, mendinginkan dan tidak memiliki bentuk yang kokoh. Secara nyata wujud Apah adalah elemen AIR.
Pada ulasan mengenai pertiwi, telah dijelaskan mengenai prinsip. Namun pertiwi/prinsip saja tidaklah cukup. Karena memegang prinsip yang terlalu kuat membuat seseorang menjadi kaku dalam bersikap, arogan dan mau menang sendiri. Dan ini cenderung akan menimbulkan benturan satu dengan yang lain. 
Untuk meredam ini, perlu adanya kelenturan/keluwesan. Maka dari itu unsur Apah/air harus diaktifkan.
Apah atau unsur air
Sifat air bertujuan untuk dapat merekatkan pertiwi. Sebagai contoh, tanah atau pasir jika disiram dengan air akan menyatu dan mengeras, menggumpal menjadi satu kesatuan. 
  • Disamping itu, air mudah meresap kemana-mana. 
  • Pengaktifan Apah dalam diri akan membuat pribadi seseorang menjadi luwes, terbuka, mau menerima pendapat dan membuat seseorang mudah bergaul ke semua kalangan sehingga punya banyak teman. 
Dengan demikian, sesuai dengan sifat air, ia mampu membuat semua orang berkumpul dan menyatu dan membentuk sebuah kekuatan.
Ibarat dalam ilmu beladiri, setelah kuda-kuda sempurna, dilanjutkan dengan gerakan-gerakan tangan yang luwes dan indah. Sehingga gerakan kuda-kuda yang kokoh ketika dipadu dengan gerakan tangan yang luwes menghasilkan sebuah gerakan atau jurus yang indah untuk dipandang.

Dan kehidupan ini sejatinya menyatu dengan alam semesta dimana menurut Hindu ketika dalam pelaksanaan upcara pitra yadnya dikatakan bahwa :
Setelah dilaksanakannya upacara ngaben, maka abunya dihanyut ke laut dengan maksud:
Mengembalikan unsur ‘apah’ ini.
Memohon kesucian sapta gangga (tujuh sungai suci di India: gangga, sindu, (sarasvati), yamuna, godavari, narmada, kaveri, sarayu.
Oleh karena kita di Bali tidak mungkin pergi ke India untuk nganyut abu di sungai gangga, dan karena ke-tujuh sungai suci itu telah bermuara ke laut Hindia, dan laut itu menyatu di seluruh dunia, maka para Maha-Rsi di Bali sejak abad ke-6 ‘memandang’ bahwa air laut sudah mengandung unsur-unsur sapta gangga. Maka kita cukup menganyut abu ke laut di mana saja (di Bali atau di luar Bali).
Bila lokasi jauh dari laut, boleh juga nganyut ke sungai, dengan pengertian bahwa abu di sungai toh akan sampai/ bermuara pula ke laut. 
***