Pengaruh kebudayaan Cina pada Bali Kuno

Pelabuhan-pelabuhan penting Bali Kuno di Bali Utara seperti Pabean Buleleng dan Pabean Sangsit dikendalikan dan dipengaruhi oleh pedagang terkemuka, sekalian merangkap sebagai pejabat militer Cina.

Di Pabean Buleleng pejabat itu berpangkat Kapitain (tidak jelas namanya), dan seorang berpangkat Mayor yang bernama Kho Bun Sing sebagai penguasa di Pabean Sangsit.

Perkawinan Raja Sri Jayapangus dengan seorang wanita Cina, dipuja-puja rakyatnya. Bentuk pemujaan ini dengan menstanakan Bhatari Cina di Pura Ulun Danu Batur, Bhatari Ratu Subandar di Pura Besakih, dan symbol-symbol lain misalnya adanya barong landung lanang wadon yang merupakan replika Sri Jayapangus dan permaisurinya.

Kebudayaan dan ceritra-ceritra rakyat Cina-pun menyebar di Bali, misalnya kisah Sampik – Ing Tay. Ilmu silat dari Cina juga berkembang di Bali Kuna dalam bentuk pencak, dan dalam bentuk tarian masal misalnya : baris dapdap, baris demung, baris presi, baris tumbak, baris tamiang, dan lain-lain.

Dibidang kemiliteran, tentara Bali Kuno mulai mengenal senjata-senjata jenis panah, tombak, pedang dan perisai (tamiang) yang lebih berkwalitas karena dibuat dari baja yang halus dan tajam. Industri peleburan baja belum ada di Bali. Oleh karena itu senjata-senjata jenis itu kebanyakan diimpor dari Cina.

Pakaian-pakaian mahal yang digunakan oleh Raja-Raja dan kaum bangsawan berbahan sutera (kain pere) yang dibeli dari saudagar-saudagar Cina.

Sejenis kertas buatan Cina yang dinamakan kertas ulan taga, di Bali Kuna disakralkan, hanya digunakan sebagai salah satu sarana penting dalam upacara ngaben.

Perkawinan campuran antara orang-orang Cina dengan penduduk asli banyak terjadi. Orang Cina yang sudah membaur menjadi penduduk Bali biasanya menggunakan nama kombinasi Cina-Bali, misalnya : Babah Ketut, Babah Nyoman, dll.

Dikalangan bangsawan dan saudagar kaya, dikenal nama-nama yang berbau Cina, misalnya : Kho Cin Bun (yang menetap di Desa Sinabun), Kho Ping Gan (yang menetap di Desa Pinggan – Kintamani), Ma Sui La dan Ma Sui Lie, anak-anak kembar buncing dari Kho Ping Gan (oleh orang Bali dinamakan Masula – Masuli), keluarga Beng Kui Lun yang menetap di Desa Adat Bungkulan, dan keluarga Ma Pa Cung yang menetap di Desa Pacung.
***