Nasmita

Nasmita adalah tidak ada unsur pamer atau jor-joran dalam melakukan satwika yadnya yang dilaksanakan dengan keiklasan untuk dapat melaksanakan upacara ini upacara itu dalam jalanhindu diceritakan :

Tersebutlah seorang Bali, dulu miskin. 
Karena bersekolah, ia meraih sarjana, bergelar doctor punya kesempatan untuk mendapat uang lebih. 
Istrinya juga berhasil jadi pedagang. 
Dulu ia cuma bisa beli mobil bekas. 
Jika Tumpek Landep, saat membuat sesaji untuk perabot, barang-barang industri, mobil dan motor, ia cuma menghaturkan sesaji satu ngiu, seperlunya dan secukupnya. 
Sekarang, ia punya sembilan mobil, dua mobil pribadi, tujuh mobil perusahaan istrinya. Mereka tumbuh menjadi keluarga cakap, cerdas, berpendidikan dan kaya. 
Sekarang, jika Tumpek Landep datang, ia menghaturkan dua belas babi guling untuk computer, mobil, motor dan mesin-mesin di pabrik mereka. 
Seluruh karyawan hadir dalam upacara itu, pelanggan di undang, gamelan ditabuh, topeng dan wayang dipertunjukkan. 
Ternyata pendidikan tinggi, pengetahuan luas, justru membuat orang Bali kian mewah dan meriah dengan upacara.
Seorang sahabatnya bertanya, 
"Untuk apa upacara sebesar itu setiap tujuh bulan saat Tumpek Landep ?" 
"Bukankah upacara-upacara lain sudah sering dilakukan ?" 
Laki-laki itu menjawab ; 
"kurang pantas dan terkesan pelit jika punya banyak uang tapi berupacara nista. Upacara besar menjadi saat untuk berbagi rezeki dan kenikmatan, orang-orang sekitar jadi ikut senang.
Sabahatnya tentu tak setuju. Sebab ia tahu persis istri lelaki itu, pemilik pabrik besar, 
  • Bukan pengusaha yang berjiwa social.
  • Karyawannya bergaji kecil, dan tak sudi meminjamkan uang buat membantu sekolah anak-anak karyawan. 
Bagi sahabatnya itu,
Sesungguhnya upacara itu hendaknya bukan kesempatan untuk pamer melainkan berbagi kebahagiaan dan tercapainya tujuan dari yadnya yang dilaksanakan seperti makna persembahan suci yang terkandung didalamnya.
***