Seperti diceritakan dalam perjalanan Rsi Wisrawa yang pada zaman dahulu mampu bolak-balik ke alam nirwana.
Di Bali, kerap batu permata digunakan dalam upacara mendem pedagingan;
Dimana, padagingan pada dasar menggunakan badawangnala (sejenis kura-kura) dari emas, dan perak serta perabotan manusia lengkap, wangi- wangian, kepingan emas, perak dan tembaga, jarum emas, perak dan tembaga berserta permata mirah dimasukkan dalam rapetan berwarna putih.
Ibarat permata yang diselimuti lumpur dan tanah itu dalam atma jnana disebutkan;
Permata itu akan selalu ada disama. Tapi untuk menemukannya kita perlu menyingkirkan lumpur dan tanah-tanahnya.
Sama dengan kita cukup hanya menyingkirkan samskara (kesan-kesan pikiran) dan ahamkara (ke-aku-an) yg sudah berumur sangat lama.
Karena ketika lumpur dan tanahnya disingkirkan permatanya akan kelihatan kembali.
Demikian pula halnya dalam filosofi pembuatannya;
Sebuah permata tidak akan dapat dipoles tanpa gesekan, demikian juga seseorang tidak akan menjadi sukses tanpa tantangan.
Sehingga dikatakan, jalani setiap tantangan kehidupan ini dengan tabah.Jika lagi lelah, tidak apa-apa sekali-sekali menyenangkan tubuh dengan hal indah.Dari melihat pemandangan indah dan begitu tubuh agak kuat, bangun dan lanjutkan perjalanan itu.
Demikianlah dalam menjalani kehidupan ini yang penuh dengan dinamika suatu perubahan.
Maka seyogianya kita hendaknya disebutkan harus cerdas dalam menyikapi segala aktivitas...
Mesti cekatan dalam langkah, memilah dan memilih beberapa tantangan yang berbeda...
Guna mengetahui sekaligus mengasah kualitas kemampuan lahir-batin secara lebih baik, kuat dan tangguh, maka perlu menciptakan kreativitas, penuh daya inisiatif yang positif, inspiratif serta membangun seperti halnya dalam pembuatan batu permata dengan beragam kemilau cahayanya.
***
