Pelanggaran terhadap aturan tersebut, dikenakan sanksi adat berupa denda (danda) sehingga terciptalah kerukunan antar desa adat seperti yang telah dicita-citakan.
Seperti dikutip dari salah satu jurnal magister hukum udayana terkait sangaskara danda, adapun jenis-jenis delik adat yang masih hidup dalam hukum adat Bali, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Delik adat yang menyangkut kesusilaan, contohnya lokika sangraha (persetubuhan atas dasar cinta antara laki-laki dan perempuan yang sama-sama masih bujang), drati krama (berzina), Gamia Gamana (hubungan seksual antara orang-orang yang berhubungan darah sangat dekat), dan salah krama (berhubungan kelamin dengan binatang).
- Delik adat yang menyangkut harta benda, contohnya pencurian benda suci, merusak benda suci, dan lain-lain.
- Delik adat yang melanggar kepentingan pribadi, seperti mamisuh (mencaci), mapisuna (memfitnah), dan lain-lain.
- Delik adat karena kelalaian atau tidak menjalankan kewajiban, seperti tidak melaksanakan kewajiban sebagai krama desa yang berupa ayahan (kewajiban melakukan pekerjaan untuk desa) atau papeson (urunan berupa barang).
Dengan demikian, delik adat berkaitan erat dengan semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan kepatutan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat bersangkutan.
***