Macarikan

Macarikan adalah menyisakan makanan yang sudah ada dalam piring sebagai prilaku yang kurang baik.
Sebagai salah satu contoh dalam kearifan lokal Bali, inilah yang dimitoskan dapat mematikan ayam hitam. 
"De nganti mesisa nasine nyanan mati siape."
Ayam hitam mungkin simbol spirit dari makanan yang berfungsi untuk memelihara dan melindungi hidup ini.
Hitam adalah lambang perlindungan dan pemeliharaan. 
Tuhan dalam fungsinya sebagai perlindungan dan pemeliharaan ciptaan-Nya disebut Dewa Wisnu dengan lambang hitam. 
Jadi hitam dalam konsep Hindu bukan lambang kedukaan, tetapi lambang kehidupan yang baik.

Seperti dikutip dari Majelis Adat Pakraman Prov Lampung agar jangan menyisakan makanan karena disebutkan kebiasaan itu sungguh suatu dosa. 
Dalam tradisi umat Hindu di Bali makanan dilambangkan sebagai anugerah Tuhan sehingga disebut Sang Hyang Amerta. 
Karena itu di Bali makanan yang telah dipersembahkan pada Tuhan disebut lungsuran. Maksudnya, bahwa makanan itu hasil pemberian Tuhan atas permohonan umat-Nya. 
Karena ia sebagai anugerah Tuhan janganlah makanan yang dianugerahkan itu disia-siakan. 
Menyia-nyiakan makanan artinya sama saja dengan menyia-nyiakan pemberian Tuhan. 
Dalam tradisi Hindu di India pun makanan yang dimakan harus terlebih dulu dipersembahkan pada Tuhan. 
Makanan yang dipersembahkan itu disebut prasadam.
Dalam bahasa Sansekerta prasadam artinya karunia. 
Dalam hal makanan ini prinsip tradisi umat Hindu di India dan di Bali sama. Intinya, makanan itu sebelum dimakan harus dipersembahkan terlebih dulu pada Tuhan. 
Karena itu umat Hindu di Bali sehabis memasak melakukan upacara masaiban sebagai yadnya sesa. Setelah itu barulah makanan itu boleh dimakan.
Ini juga bermakna bahwa dalam kehidupan ini carilah makanan dengan cara-cara yang direstui oleh Tuhan. Kalau sudah mendapatkan makanan dengan cara yang direstui oleh Tuhan janganlah menyia-nyiakan karunia Tuhan tersebut.
***