Dhana Timira

Dhana Timira adalah gelap atau mabuk karena kekayaan (artha) yang merupakan salah satu bagian dari Sapta Timira sebagai prilaku yang dikatakan tidak baik di masyarakat.
Terkadang, ketika seseorang telah memiliki uang segala cara dilakukan untuk dapat mengangkat derajat dirinya sendiri.
Pandangan ini disuarakan dalang lewat tokoh Tualen dalam gerakan masyarakat madani dalam lakon-lakon wayang kulit Bali sebagaimana dikutip dalam Majalah Salingka, Kemendikbud :
Sebuah perjuangan masyarakat yang terhegemoni
Tualen : Dadi, zaman bebas kéngkén ja to. Pisago bo delod umahé, déwa ratu panakné ngantén meriah gaéné.
Merdah: Nak agung nang?
Tualen :Nak jabo. Ngundang bupati, ngundang gubernur.
Merdah: Pih ngantén gén ngundang bupati gubernur?
Tualen : Bupati gubernur undanga, kula pisagan sing undang pa to.
Merdah: Né kal model?
Tualen : Nak ngaé meriah kéngkénné. Nak ya sugih nadak.
Terjemahan 
Tualen : Sekarang ini zaman bebas. Tetangga sebelah rumah, aduh Tuhan, anaknya yang menikah membuat resepsi pernikahan sangat meriah.
Merdah : Orang dari golongan kesatria, ayah?
Tualen : Orang dari masyarakat biasa.
Mengundang bupati, mengundang gubernur.
Merdah: Menikah saja mengundang bupati dan gubernur?
Tualen : Bupati gubernur yang diundangnya, tetapi tetangganya tidak diundang.
Merdah: Kenapa demikan bertolak belakang?
Tualen : Orang ingin membuat suasana meriah. Karena orang itu kaya mendadak.
Hilangnya hubungan kekerabatan manyamabraya dalam konteks suka terlihat dengan  tidak diundangnya tetangga ketika upacara pernikahan berlangsung 
“…kula pisagané sing undang pa to.” 
Ia memilih orang-orang yang telah memiliki jabatan dalam upacara tersebut tanpa memperdulikan orang di sekitar, yang semestinya paling dahulu diajak di dalam suka dan duka
Dalam konteks inilah disebutkan tradisi kekeluargaan yang telah mengakar dalam masyarakat umumnya hilang dan berubah menjadi tradisi individualisme yang hanya mementingkan diri sendiri. 
Terkikisnya nilai-nilai tolong-menolong, baik dalam suka maupun duka dalam masyarakat yang sesungguhnya merupakan modal sosial untuk melanggengkan harmoni sosial di antara warga, akibat kondisi masyarakat saat ini telah kehilangan pedoman nilai hidup dalam bermasyarakat. 
***