Penderitaan Atman

Ketika manusia itu meninggal, suksma sarira dengan atma akan pergi meninggalkan badan, atma yang sudah begitu lama menyatu dengan sarira, atas kungkungan suksma sarira sulit sekali meninggalkan badan itu. 
Padahal badan sudah tidak dapat difungsikan, lantaran beberapa bagiannya sudah rusak. Hal ini merupakan penderitaan bagi atma.
Untuk tidak terlalu lama atma terhalang perginya perlu badan kasarnya diupacarai untuk mempercepat proses kembalinya, kepada sumbernya di alam, yakni Panca Mahabhuta, demikian juga sang atma perlu dibuatkan upacara untuk pergi ke alam pitra dan memutuskan keterikatannya dengan badan kasarnya. 
Proses inilah yang disebut ngaben sebagai proses  untuk mempercepat pengembalian dari unsur-unsur  pembentuk badan manusia. 
Jika upacara ngaben tidak dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup lama, badan kasarnya akan menjadi bibit penyakit, yang disebut bhuta cuwil, dan atmanya akan mendapatkan neraka, seperti yang juga dijelaskan dalam Lontar Tattwa Loka Kretti (lampiran 5a):
“yan wwang mati mapendhem ring prathiwi salawasya tan kinenan widhi-widhana, byakta matemahan rogha ning bhuana, haro-haro gering mrana ring rat, atemahan gadgad”
Terjemahan:
“kalau orang mati ditanam pada tanah, selamanya tidak diupacarai diaben, sesungguhnya akan menjadi penyakit bumi, kacau sakit merana di dunia, menjadi gadgad (tubuhnya)” 
Demikian dijelaskan penderitaan atman dalam makalah ngaben sehingga diperlukan proses untuk mempercepat pengembalian panca maha butha kembali kepada sumberNya Sejak dulu upacara atau ritual merupakan bagian penting yang tampak nyata mengiringi sistem beragama orang Hindu-Bali.
***