Diprakarsai oleh Sang Rama dengan dua arsitekturnya yang terkemuka bernama Sanghyang Nala dan Nili yang merupakan putra dari Bhagawan Wiswakarma sebagai arsiteknya para dewata.
Sebagai penghubung dari daratan ke pulau Alengka, Situbanda yang dalam Yudha Kanda sebagai bagian dari Epos Ramayana disebutkan bahwa :
Dengan dasar pemikiran, karena Alengka ini terletak pada sebuah pulau, sulitlah bagi pasukan Rama untuk menyerang, maka mereka bersiasat dan akhirnya memutuskan membuat jembatan tersebut.
Berdasarkan naskah historis, Situbanda sebagai jembatan misterius, kontroversi Ramayana sebagaimana diceritakan pembangunannya oleh Prabu Kalianget,
Ketika itu, Sri Rama dan pemimpin wanara lainnya harus berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang.
Keputusannya Rama menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan dari Dewa Baruna.
Selama tiga hari Rama berdoa namun tidak mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis, kemudian ia mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan.
Melihat laut akan binasa atau menyurut, Dewa Baruna datang menemui Rama dan meminta maaf atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar para wanara membuat jembatan besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman lautan.
Sanghyang Nila pun ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut.
Dibantu panglima kera Hanuman dan jutaan pasukan kera dari Raja Sugriwa, Sri Rama mengurug (menimbun) lautan dengan batu apung dan membangun jembatan.
Jembatan ini dibangun dengan menggunakan batu apung dan pasir , namun para Dewa mengatakan dikemudian hari batuan tersebut akan menancap ke dasar laut, yang akhirnya menciptakan rangkaian batu karang.
Setelah bekerja dengan giat, jembatan tersebut terselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan diberi nama “Situbanda”.
Namun, disaat Sang Rama, Laksmana dan para manusia kera membangun jembatan dari batu yang disebut Setu Bandha di samudra agar bisa sampai menuju Alengka.
Ketika para manusia kera sedang menyusun batu membuat jembatan, muncul ombak yang sangat besar hingga menghempaskan mereka, ombak tersebut adalah kekuatan dari Detya Kala Surabhuta.
Dari ombak tersebut muncul para asura buaya kemudian memangsa para manusia kera, saat Surabhuta mengayunkan ekornya seketika Setu Bandha hancur.
Pembangunan jembatan tersebut dengan arsitek terkemukanya yaitu Sanghyang Nala dan Nili yang merupakan putra Bhagawan Wiswakarma, Dewa para Undagi (Arsitek) tersebut diceritakan :
Selain menjadi perwira pada pasukan Wanara milik raja kera Sugriwa di bawah komando Sri Rama.
Seperti ayah mereka, Sang Hyang Wiswakarma, Nala dan juga Nila memiliki bakat menjadi sang arsitek terkemuka dalam merancang dan membuat jembatan Situbanda yang memotong samudra Hindia menjadi penghubung tanah Bharatawarsa dengan Lankapura.
Dan Situbanda sebagai jembatan monumental itulah dahulu disebutkan hasil dari rancangan Sanghyang Nala dan Nila yang kini masih kelihatan kokohnya.
***