Bebayuhan Tampel Bolong

Bebayuhan Tampel Bolong adalah prosesi ruwatan yang biasanya disebutkan bertujuan untuk menghilangkan atau menutup semua sifat boros.

“Tampel Bolong artinya menutup semua lubang, dalam hal ini kekurangan atau keburukan di dalam diri. 
Baik dari kehidupan terdahulu, maupun kehidupan sekarang.

Sarana upacaranya sebagaimana diukapkan Bali Express, dalam berita Ritual Bebayuhan Tampel Bolong dalam berita hilangkan sifat keraksasaan anak disebutkan diantaranya yaitu berupa :
  • Banten Tebasan Pegat Sot. 
  • Banten Pegat Sot seperti yang biasanya dihaturkan kepada Sang Atma saat proses Nyekah
Namun diharapkan, dengan diadakan semasa yang bersangkutan hidup, ia merasakan manfaat ritual. 
Sebab, Pegat Sot berguna salah satunya memutus efek perkataan buruk yang terlontar, sengaja maupun tak sengaja saat kita hidup.

Saat prosesi, kepala yang bersangkutan akan ditutup dengan kasa rurub dengan gambar rerajahan dan aksara khusus. 

Demikian pula di beberapa bagian tubuh, seperti bahu akan ditulisi rarajahan. “Di- rurub, aksaranya dkombinasi, Dewa Ganesha dipakai. 
Karena Dewa Ganesha adalah dewa pengetahuan yang maskulin. Setelah itu ada rarajahan dan aksara pangurip. 
Ada juga sarana khusus, berupa minyak Tampel Bolong.

Setelah itu, barulah dilakukan pangruwatan. 
  • Dilanjutkan Panglukatan Panca Wara, kemudian Sapta Wara. Lalu Panglukatan Brahma dan Wisnu
  • “Setelah itu, baru dilanjutkan Panglukatan Tampel Bolong. Isinya lengkap, seperti 
    • Pabayuhan Sanan Empeg, Telaga Apit Pancoran, Pancoran Apit Telaga, Salah Wedi, kelahiran Sukerta, terakhir baru pajaya-jayan, natab
    • Total, ada tujuh tahapan dalam ruwatan ini. 
    • Waktunya sekitar empat jam.
Ruwatan ini juga bersifat universal. Siapapun boleh mengikuti, tanpa memandang latar belakang agama, suku, dan lain sebagainya. Yang dibatasi adalah paling muda umur tujuh tahun dan bagi orang tua, semasih yang bersangkutan bisa berjalan. 
Mengapa ada batasan seperti itu? 
Sebab prosesinya cukup panjang, sehingga memerlukan daya tahan tubuh yang prima. Apalagi dilaksanakan secara massal.

***